Kabupaten Tapin dengan ibukota
Rantau memiliki cukup banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata,
baik itu berupa Wisata Alam, Wisata Buatan, Wisata Religius, Wisata
Sejarah/Wisata Budaya, dan Wisata Adat yang cukup potensial untuk dikembangkan.
WISATA ALAM
Goa Batu Hapu
Batu Hapu yang terletak di dekat pasar Binuang tepatnya di desa Batu Hapu Kecamatan Hatungun bisa ditempuh 43 Km dari Kota Rantau dan 154 km dari Kota Banjarmasin. Goa Batu Hapu dari pasar Binuang masuk sejauh 16 km dengan jalan yang sudah cukup baik, ditempuh dengan jalan santai sambil menikmati pemandangan kehidupan pedesaan dan nuansa alam pegunungan selama 30 menit, goa ini terletak dipegunungan sehingga yang mempunyai hobi tantangan panjat tebing disinilah nyalinya diuji, tetapi resiko ditanggung sendiri karena belum di asuransikan, masyarakat disekitar goa siap bermitra dengan waisatawan yang berkeinginan bermalam sambil menikmati makanan dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Batu Hapu yang terletak di dekat pasar Binuang tepatnya di desa Batu Hapu Kecamatan Hatungun bisa ditempuh 43 Km dari Kota Rantau dan 154 km dari Kota Banjarmasin. Goa Batu Hapu dari pasar Binuang masuk sejauh 16 km dengan jalan yang sudah cukup baik, ditempuh dengan jalan santai sambil menikmati pemandangan kehidupan pedesaan dan nuansa alam pegunungan selama 30 menit, goa ini terletak dipegunungan sehingga yang mempunyai hobi tantangan panjat tebing disinilah nyalinya diuji, tetapi resiko ditanggung sendiri karena belum di asuransikan, masyarakat disekitar goa siap bermitra dengan waisatawan yang berkeinginan bermalam sambil menikmati makanan dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Pintu
masuk Goa Batu Hapu
Merupakan goa yang mempunyai
panorama luar biasa yang mempunyai stalagnit dan stalagmit menghiasi dalam goa
yang dapat menggugah kebesaran Allah SWT dalam ciptaanNya sebagai pelajaran
pengetahuan alam, goa ini telah mendapatkan sentuhan perbaikan dan penataan,
Pemerintah Daerah sehubungan kerusakan yang diakibatkan keserakahan oknum
manusia yang hanya mengejar keuntungan ekonomi sesaat tanpa mensyukuri nikmat
lainnya yang disediakan oleh alam.
Menurut legenda yang sampai sekarang menjadi mitos masyarakat setempat tentang asal usul terjadinya Goa Batu Hapu ini adalah Raden Penganten yang dikutuk oleh ibunya Diang Ingsun menjadi batu dan diantara pecahan kapalnya menjadi gunung dan goa yang ada sekarang ini.
Menurut legenda yang sampai sekarang menjadi mitos masyarakat setempat tentang asal usul terjadinya Goa Batu Hapu ini adalah Raden Penganten yang dikutuk oleh ibunya Diang Ingsun menjadi batu dan diantara pecahan kapalnya menjadi gunung dan goa yang ada sekarang ini.
Goa Baramban
Goa Baramban terletak di Desa Miawa Kecamatan Piani 16 km dari Rantau. Obyek wisata ini terkenal hingga keluar daerah, lantaran cukup menarik yang merupakan pemandangan bukit kapur dengan batu gamping yang memutih.
Goa Baramban terletak di Desa Miawa Kecamatan Piani 16 km dari Rantau. Obyek wisata ini terkenal hingga keluar daerah, lantaran cukup menarik yang merupakan pemandangan bukit kapur dengan batu gamping yang memutih.
Goa
Beramban dengan pemandangan bukit kapur dengan batu gamping yang memutih
Goa Beramban merupakan goa
terpanjang dan terbesar di Kalimantan Selatan yang terbagi menjadi tiga
pecahan, yaitu Goa Kelelawar, Goa Air, dan Goa Atas.
Tiap-tiap goa bisa dijalani dengan memerlukan waktu kurang lebih satu jam dan harus membawa alat penerangan.
Dalam goa ini mengalir air, sehingga goa yang lebarnya mencapai 60 meter dengan tinggai 50 meter serta panjang mencapai 250 meter terkesan lebih indah dan sejuk, apalagi air jernih yang mengalir di dasar goa tersebut mengalir dengan lambat, sehingga lantunan merdu gemercik airnya terdengar beberapa meter dari mulut goa.
Salah satu Goa yaitu Goa Air, setengah lorongnya berisi air yang mencapai ketinggian 1,2 meter atau setinggi dada.
Tiap-tiap goa bisa dijalani dengan memerlukan waktu kurang lebih satu jam dan harus membawa alat penerangan.
Dalam goa ini mengalir air, sehingga goa yang lebarnya mencapai 60 meter dengan tinggai 50 meter serta panjang mencapai 250 meter terkesan lebih indah dan sejuk, apalagi air jernih yang mengalir di dasar goa tersebut mengalir dengan lambat, sehingga lantunan merdu gemercik airnya terdengar beberapa meter dari mulut goa.
Salah satu Goa yaitu Goa Air, setengah lorongnya berisi air yang mencapai ketinggian 1,2 meter atau setinggi dada.
Peranginan Ratu
Terletak 12 km dari kota Rantau, tepatnya di Kecamatan Lok Paikat.
Peranginan Ratu adalah obyek wisata alam berupa danau yang dikelilingi pegunungan dengan aneka satwa jenis burung-burungan.
Terletak 12 km dari kota Rantau, tepatnya di Kecamatan Lok Paikat.
Peranginan Ratu adalah obyek wisata alam berupa danau yang dikelilingi pegunungan dengan aneka satwa jenis burung-burungan.
Peranginan
Ratu dengan latar belakang matahari terbenam
Suasana sunset atau matahari tenggelam
sangat indah dinikmati di tengah sungai ketika senja hari.
Rute Miawa-Loksado merupakan Tracking dan Panorama alam yang terletak di
Kecamatan Piani, 18 km dari kota Rantau.
Gunung Hambukung yang penuh dengan panorama alamnya. Terletak di Kecamatan
Piani, 20 km dari kota Rantau.
Gunung Lampinit yang penuh dengan panorama alamnya. Terletak di Kecamatan
Bungur, 15 km dari kota Rantau.
WISATA BUATAN
Sirkuit Internasional Balipat
Sirkuit Internasional Balipat terletak di Kecamatan Binuang, 30 km dari kota Rantau.
Sirkuit Internasional Balipat terletak di Kecamatan Binuang, 30 km dari kota Rantau.
Sirkuit
Balipat
Merupakan sirkuit nomor dua terbesar
di Indonesia setelah sirkuit Sentul Bogor.
Sirkuit Internasional Balipat Binuang memiliki 14 tikungan tajam yang sangat disukai oleh crosser nasional dan pencinta otomotif.
Sirkuit Internasional Balipat Binuang memiliki 14 tikungan tajam yang sangat disukai oleh crosser nasional dan pencinta otomotif.
Salah satu
tikungan tajam di Balipat
Secara rutin setiap tahunnya menjadi
ajang lomba balap motor tingkat nasional dan internasional. Ini merupakan
hiburan dan event wisata bagi masyarakat.
Ajang
roadrace di Sirkuit Balipat
Pasar Binuang, merupakan pasar tradisional yang terletak di Binuang, 30
km dari kota Rantau.
Pusat Kesenian Tradisional Pandahan, merupakan pusat kerajinan dan kesenian tradisional,
terdapat di Tapin Tengah, 14 km dari kota Rantau.
WISATA RELIGIUS
Makam Datu-Datu atau Ulama
Makam Datu atau Ulama telah di renovasi dan mendapatkan penambahan fasilitas sebagai upaya memfasilitasi peziarah yang merupakan salah satu budaya masyarakat yang bernuansa keagamaan, yang merupakan kekuatan pengembangan obyek wisata kabupaten Tapin sebagai wisata relegius. Pengembangan wisata ini sebagai upaya mengenal dan mengenang kembali sejarah, karena sebagai bangsa yang ingin maju tidak boleh melupakan sejarah perjuangan pendahulu kitakhususnya para Datu atau Ulama yang telah berjuang menyebarkan pengetahuan keagamaan dan kehidupan
Makam Datu atau Ulama telah di renovasi dan mendapatkan penambahan fasilitas sebagai upaya memfasilitasi peziarah yang merupakan salah satu budaya masyarakat yang bernuansa keagamaan, yang merupakan kekuatan pengembangan obyek wisata kabupaten Tapin sebagai wisata relegius. Pengembangan wisata ini sebagai upaya mengenal dan mengenang kembali sejarah, karena sebagai bangsa yang ingin maju tidak boleh melupakan sejarah perjuangan pendahulu kitakhususnya para Datu atau Ulama yang telah berjuang menyebarkan pengetahuan keagamaan dan kehidupan
Makam Datu Nuraya
Makam sebagai tujuan wisata ziarah antara lain makam Datu Nuraya yang merupakan makam panjang bahkan mungkin makam terpanjang di dunia (panjang makam kurang lebih 35 depa atau 60 meter dan lebar kurang lebih 4 depa atau 6 meter) dan haulannya (peringatan tahunan) adalah pada tanggal 14 Dzulhijjah. Makam ini terletak di Gunung Munggu Kerikil, Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan
Menurut riwayat, beliau bernama asli Abdul Rauf, seorang Habib yang berasal dari Syria yang datang pada hari raya menemui Datu Suban untuk menyerahkan kitab yang bernama Nyawa Alam yang di kemudian hari terkenal dengan nama Kitab Barencong.
Selesai menyerahkan Kitab tersebut beliau meninggal dunia dan dimakamkan di tempat dimana beliau meninggal tersebut.
Karena badan beliau tinggi dan besar, maka menguburkannya dibuat lubang yang panjang sesuai dengan ukuran panjang dan lebar badan beliau.
Makam sebagai tujuan wisata ziarah antara lain makam Datu Nuraya yang merupakan makam panjang bahkan mungkin makam terpanjang di dunia (panjang makam kurang lebih 35 depa atau 60 meter dan lebar kurang lebih 4 depa atau 6 meter) dan haulannya (peringatan tahunan) adalah pada tanggal 14 Dzulhijjah. Makam ini terletak di Gunung Munggu Kerikil, Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan
Menurut riwayat, beliau bernama asli Abdul Rauf, seorang Habib yang berasal dari Syria yang datang pada hari raya menemui Datu Suban untuk menyerahkan kitab yang bernama Nyawa Alam yang di kemudian hari terkenal dengan nama Kitab Barencong.
Selesai menyerahkan Kitab tersebut beliau meninggal dunia dan dimakamkan di tempat dimana beliau meninggal tersebut.
Karena badan beliau tinggi dan besar, maka menguburkannya dibuat lubang yang panjang sesuai dengan ukuran panjang dan lebar badan beliau.
Makam Datu
Nuraya
Banyak peziarah yang datang ke makam
beliau. Tidak hanya penduduk lokal, tetapi banyak juga dari luar negeri seperti
Malaysia, Brunei, Arab Saudi, Syria, Inggris, India dan lain sebagainya.
Makam Datu Suban
Datu Suban adalah seorang waliyullah yang memiliki Ilmu Hikmah dan menguasai Ma'rifat tingkat tinggi. Murid-muridnya berjumlah 12 orang. Tiap murid mempunyai tingkat Ilmu Kasyaf yang berbeda-beda, namun yang paling lengkap kajian ilmunya dan mendapat kehormatan untuk mewarisi Kitab Utama yang biasa disebut Kitab Barencong. Hanya murid beliau yang bernama Abdussamad Al-Palembangi atau dengan nama lain Datu Sanggul.
Datu Suban adalah seorang waliyullah yang memiliki Ilmu Hikmah dan menguasai Ma'rifat tingkat tinggi. Murid-muridnya berjumlah 12 orang. Tiap murid mempunyai tingkat Ilmu Kasyaf yang berbeda-beda, namun yang paling lengkap kajian ilmunya dan mendapat kehormatan untuk mewarisi Kitab Utama yang biasa disebut Kitab Barencong. Hanya murid beliau yang bernama Abdussamad Al-Palembangi atau dengan nama lain Datu Sanggul.
Makam Datu
Suban
Dalam komplek makam tersebut
terdapat makam beberapa murid utama beliau seperti Datu Karipis, Datu Diang
Bulan, dan Datu Mayang Sari. Peziarah tidak hanya datang dari dalam negeri,
tetapi tetapi banyak juga dari luar negeri seperti Malaysia, Brunei, Arab
Saudi, Syria, Inggris, India dan lain sebagainya. Haulannya dilaksanakan pada
bulan Syawal setiap tahun
Makam Datu Sanggul
Selanjutnya adalah ziarah ke makam Datu Sanggul terletak di Desa Tatakan Kabupaten Tapin.
Selanjutnya adalah ziarah ke makam Datu Sanggul terletak di Desa Tatakan Kabupaten Tapin.
Papan nama
makam Datu Sanggul
Makam Datu
Sanggul
Ziarah ke
makam Datu Sanggul
Riwayat Datu Sanggul
Datuk Sanggul berasal dari pulau Andalas ,sejarah mencatatnya bahwasanya beliau berasal dari kota Palembang yakni Sumatera Selatan, yang melakukan hijrah ke Kabupaten Tapin dengan membawa misi perkembangan agama Islam,hingga menetap di desa Tatakan kabupaten Tapin sampai beliau menghabiskan nafas terakhir dan disemayamkan di desa Tatakan Kabupaten Tapin.
Datuk Sanggul berasal dari pulau Andalas ,sejarah mencatatnya bahwasanya beliau berasal dari kota Palembang yakni Sumatera Selatan, yang melakukan hijrah ke Kabupaten Tapin dengan membawa misi perkembangan agama Islam,hingga menetap di desa Tatakan kabupaten Tapin sampai beliau menghabiskan nafas terakhir dan disemayamkan di desa Tatakan Kabupaten Tapin.
Datu
Sanggul
Semasa hidupnya, Datu Sanggul ke
Tapin ( desa Muning Tatakan ) dalam rangka menuntut ilmu agama kepada Datu
Suban, hal ini bukan berarti beliau belum memiliki ilmu agama, melainkan beliau
sudah memiliki ilmu agama sudah cukup dan juga seorang Ulama. Dalam suatu mimpi
( ketika masih berada di Palembang ) didalam mimpinya bertemu dengan orang tua
yang menasehati kalau anaknda Abdussamad mau mendapatkan ilmu sejati maka
tuntutlah sekarang, dan orang itu berada didaerah Kalimantan Banjar tepatnya di
kampung Muning pantai Munggu Tayuh Tiwadak Gumpa, di sana ada seorang tua
(datu) yang bernama Suban (Datu Suban), atas petunjuk didalam mimpi itu
Abdussamad berangkat menuju Kalimantan, yang sebelumnya mendapatkan izin dari
orang tua kandung hingga sampailah beliau mendapatkan daerah yang dicari yaitu
kampung Muning (Tatakan).
Setibanya di kampung Muning, beliau
menemui Datu Suban dan menceritakan perihal akan mimpinya tersebut, dengan
lapang dada seakan mengerti akan simbol rabbaniyahtul Ilm pada hallikwal waktu
itu Datu Suban pun menerima dan mengerti akan maksud kedatangannya serta
disambut serta sangat diharapkan oleh Datu Suban ibarat pepatah buku bertemu
dengan ruas kemudian pasak bertemu dengan tiang. Atas pengamatan dan penilaian
Datu Suban terhadap Datu Sanggul bahwasanya Datu Sanggul mempunyai sikap maupun
watak yang berbeda dari murid-muridnya yang lain, sehingga Datuk Sanggul
diberikan amanah untuk menjaga kitab oleh Datu Suban mengenai ilmu
Ma'rifattullah.
Menurut catatan sejarah, aktifitas
beliau sehari-hari yakni berburu rusa, katanya cara beliau berburu dengan cara
menunggu ditempat yang sering dilalui oleh binatang buruan dan hasil dari
berburunya didermakan ketetangga dan jiran sekitar rumah beliau.
Menurut mereka yang sefaham aliran dengan beliau ialah dengan ketaatan, ketawadhuan serta tingkat peribadatannya sampai mencapai martabat Abudah dan Badal. Metode pelaksanaan syariat keagamaannya di nilai sangat kuat seperti sholat Tahajjud terutama dibulan suci Ramadhan beliau selalu mengikat perut dan menguatkan ibadahnya untuk menunggu malam Lailatul Qadar, menurut kepercayaan orang Banjar pada malam ganjil dimulai pada 20 akhir Ramadhan beliau selalu menyanggul Lailatul Qadar, sehingga atas dasar tersebut masyarakat setempat digelari dengan sebutan Datu Sanggul.
Menurut mereka yang sefaham aliran dengan beliau ialah dengan ketaatan, ketawadhuan serta tingkat peribadatannya sampai mencapai martabat Abudah dan Badal. Metode pelaksanaan syariat keagamaannya di nilai sangat kuat seperti sholat Tahajjud terutama dibulan suci Ramadhan beliau selalu mengikat perut dan menguatkan ibadahnya untuk menunggu malam Lailatul Qadar, menurut kepercayaan orang Banjar pada malam ganjil dimulai pada 20 akhir Ramadhan beliau selalu menyanggul Lailatul Qadar, sehingga atas dasar tersebut masyarakat setempat digelari dengan sebutan Datu Sanggul.
Sementara keunikannya dari pola interaksi
symbolic Datuk Sanggul, melalui Kitab Barencongnya pada manaqibnya penuh syair
serta puisi dan pantun. Diceritakan oleh juri kunci pemakaman Julak Antung,
dimana masyarakat sekitar memanggilnya, menurutnya melalui yang tercatat dalam
sejarah yakni manaqib Datu Sanggul dengan riwayat Kitab Barencong yang
diberikan Datu Suban kepada Datu Sanggul secara silsilah merupakan berasal dari
Datu Nuraya yang maqamnya berada dekat pertahanan Datu Dulung ketika melawan
Belanda dan benteng tersebut adalah benteng Munggu Tayuh digelari dengan Datu
Nuraya karena datu tersebut datang ke kampung Muning bertepatan dengan hari
raya selepas Datu Suban melaksanakan sholat Ied. Setelah berkenalan dan
memperlihatkan sebuah kitab kepada Datu Suban tidak lama kemudian orang tersebut
ambruk dan wafat pada hari raya itu juga. Mengenai riwayat Datu Nuraya tidak
ada kejelasan dari mana beliau berasal dan apa tujuan beliau berada dikampung
Muning Tatakan, namun menurut kabar yang berkembang di masyarakat ada yang
mengatakan bahwa Datu Nuraya berasal dari Hadramaut tetapi ada pula yang
mengatakan bahwa Datu Nuraya berasal dari pulau jawa, dengan gelar garandali,
diceritakan garandali sebuah gelar yang luar biasa, namun ketawadhuan yang
dimiliki Datu Nuraya membuat hidupnya lebih memilih merakyat, keutamaan
garandali tak lain adalah seorang ulama yang selalu merakyat, halikwal dan
keinginannya sudah bulat di tujukan hanya satu yakni kepada Allah SWT, sehingga
setiap ibadah maupun di dalam memanfaatkan ilmunya,selalu merasa tak berdaya melainkan
hanya dengan pertolongan Allah SWT, setiap kebaikan yang di anggapnya selalu
hanya hadiah dari Allah.SWT, dengan seperti itu,menjadikan hati bahkan seluruh
batang tubuhnya hanya sebagai persinggahan Allah.SWT saja dan ini tingkat
ikhlash yang tertinggi ungkapnya.
Datu Nuraya, seorang figur garandali
yang menempuh jalan gurur, jalan gurur yang selalu di kilati akan hal dan
menurut kabar jalan ini tak mudah, dan konon beliau ini, dengan kain
kebesarannya atau tapih dapat mengatur alam, yang tentunya atas izin Allah.SWT,
seperti menurunkan hujan, mengatur petir, dan awan serta angin yang bertiup,
sehingga setiap beliau berjalan di terik matahari awan selalu menaunginya,
Sementara itu juga ada kabar yang menyebutkan bahwasanya beliau bernama Syekh Gede
Jangkung, hal ini dilihat dari ukuran makam beliau yang panjangnya 63 meter.
Kitab yang diberikan Datu Nuraya kepada Datu Suban berisi tuntunan hidup pada
kehidupan lahir dan bathin untuk kehidupan didunia maupun dikehidupan akhirat
serta rahasia alam dan rahasia rubbubiyah, serta menyangkut Rabbaniyatul Ilm
dan Rabbaniyatul hukum.
Kembali ke Datu Sanggul bertemu dan
menjalin persaudaraan dengan Datu Kelampaian, di ceritakan oleh masyarakat
setempat, akan hallikhwal Datu Kelampaian Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
mengaji ke mekkah, beliau sudah melakukan ikatan lahir bathin dengan Datu
Sanggul, yakni (beangkatan dangsanak) jika orang banjar mengartikan.
Ikatan saudara ini lebih di perluas
dengan saling memberikan pengetahuan satu sama lainnya, dimana keingintahuan
Datu Kelampaian pada isi kitab Datu Sanggul terpenuhi, sementara pesan Datu
sanggul kepada datu kelampaian yakni , kalau adinda bulik ke banua yang
sarincung kitab ini kaina ambil di Kampung Muning Tatakan dengan syarat harus
membawa kain putih, sebab bila kitab ini bersatu lagi salah satu diantara kita
akan kembali kepada Allah.SWT.
Ketika Datu Kelampaian pulang ke
kampung halaman di Martapura setelah 30 tahun mengaji di Mekkah dan sempat
mengajar di Masjidil Haram Mekkah pada bulan Ramadhan 1186 H atau bulan
Desember 1772 M, usai Datu Kelampaian berkumpul dengan keluarga maka beliau
teringat dengan Datu Sanggul sebagai saudara yang ada di kampung muning Tatakan
dengan berencana akan melakukan silahturhami.
Sesampainya di kampung Muning beliau sampai pada gubuk yang sederhana apakah benar suadara Datu Sanggul telah pulang kerahmatullah, dan konon meninggalnya Datu Sanggul ditandai dengan hujan lebat selama tiga hari tiga malam berturut-turut,yang menandakan bahwa langit dan bumi merasa bersedih atas kepergiannya.
Sesampainya di kampung Muning beliau sampai pada gubuk yang sederhana apakah benar suadara Datu Sanggul telah pulang kerahmatullah, dan konon meninggalnya Datu Sanggul ditandai dengan hujan lebat selama tiga hari tiga malam berturut-turut,yang menandakan bahwa langit dan bumi merasa bersedih atas kepergiannya.
Syekh Salman Al-Farisi
Makam Syekh Salman Al-Farisi terletak di desa Gadung Kecamatan Bakarangan, 7 km dari kota Rantau. Beliau seorang Ahli Pendidikan dan judga Ahli Falaqiah yang banyak membantu masyarakat dalam membuat kalender pertanian.
Makam Syekh Salman Al-Farisi terletak di desa Gadung Kecamatan Bakarangan, 7 km dari kota Rantau. Beliau seorang Ahli Pendidikan dan judga Ahli Falaqiah yang banyak membantu masyarakat dalam membuat kalender pertanian.
Semasa hidupnya beliau mengajarkan
agama yaitu pelajaran Sifat 20 atau pelajaran Tauhid Al-Qur'an, Hadits dan Ilmu
Fiqh lainnya. Syekh Salman Al-Farisi hidup antara tahun 1857-1920 dan merupakan
cicit Datu Kalampaian Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Makam
Syekh Salman Al-Farisi
Makam ini tidak pernah sepi dari
peziarah yang datang dari berbagai daerah di Kalimantan, Jawa,dan Sumatera
bahkan dari Malaysia dan Brunei Darussalam. Haulan Syekh Salman Al-Farisi
dilaksanakan setiap tanggal 9 Dzulhijjah.
Sekitar 200 meter dari makam beliau terdapat makam anak cucu beliau yang juga sangat termashur yaitu H. Muhammad dan Wali H. Muhammad Noor atau Wali An-Noor
Sekitar 200 meter dari makam beliau terdapat makam anak cucu beliau yang juga sangat termashur yaitu H. Muhammad dan Wali H. Muhammad Noor atau Wali An-Noor
Masjid Banua Halat ( Masjid
Al-Mukarramah)
Seperti Masjid yang lainnya, Masjid Keramat Banua Halat di Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan ini menawarkan sesuatu yang berbeda dari biasanya terlebih secara kultural pada aspek kepercayaan masyarakat sekitar, semenjak turun temurun masjid tersebut mempunyai sebuah karismatik sebagai ikon peninggalan sejarah perjuangan para tokoh agama di dalam mengembangkan misi agama Islam di daerah sekitar masjid.
Daerah itu sendiri dinamakan Banua Halat karena kampung tersebut dinilai sebagai pahalat atau pembatas antara warga yang beragama Islam dan penduduk yang masih menganut kepercayaan tertentu. Meski telah memeluk Islam, tradisi baayun tetap dipertahankan.
Seperti Masjid yang lainnya, Masjid Keramat Banua Halat di Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan ini menawarkan sesuatu yang berbeda dari biasanya terlebih secara kultural pada aspek kepercayaan masyarakat sekitar, semenjak turun temurun masjid tersebut mempunyai sebuah karismatik sebagai ikon peninggalan sejarah perjuangan para tokoh agama di dalam mengembangkan misi agama Islam di daerah sekitar masjid.
Daerah itu sendiri dinamakan Banua Halat karena kampung tersebut dinilai sebagai pahalat atau pembatas antara warga yang beragama Islam dan penduduk yang masih menganut kepercayaan tertentu. Meski telah memeluk Islam, tradisi baayun tetap dipertahankan.
Masjid Banua Halat
Masjid tersebut diperkirakan
didirikan pada masa Kerajaan Banjar tahun 1890 di bawah pimpinan Sultan Muda
Abdurrahman. Pada tahun 1910 masjid itu dibakar penjajah Belanda, tetapi
kemudian dibangun kembali dan baru selesai tahun 1914. Pada tahun 1993 masjid
tua di Banua Halat itu ditetapkan sebagai cagar budaya.
"Masjid Banua Halat"
ternyata memiliki magnet lain yang sangat kuat sebagai daya tarik wisata.
Karena bagi sebagian orang, Masjid Banua Halat sebagai tujuan wisata religius
di Kabupaten Tapin sekaligus simbol ke-istimewaan masyarakat Tapin. Salah satu
warga setempat menyatakan, "kurang afdhol jika berziarah ke maqam-maqam di
tapin jika tak mengunjungi masjid Keramat Banua Halat", itulah kepercayaan
turun temurun nenek moyang mereka tentang masjid tersebut, terlebih lagi tutus,
keturunan yang masih asli banua halat terdapat disitu, karena warga desa banua
halat enggan pindah dari satu daerah ke daerah lain selain itu juga terdapat
fenomena seperti makhluk halus dari bangsa Jin yang kerap mengunjungi masjid
Banua Halat setiap bulan Maulid dengan berbaur dengan manusia dalam perayaan
baayun anak dan selalu ada saja keistimewaan setiap tahun di masjid banua halat
ini.
Prosesi
Baayun Maulid
Sebelum mencapai puncak prosesi
baayun maulid, setiap kampung sekitar masjid terlebih dahulu merayakan maulid
secara serempak mulai pukul 08.00. Itu sebabnya, saat menyusuri permukiman
tampak hampir setiap rumah dipenuhi warga yang membaca syair-syair maulid, doa,
dan makan bersama.
Orang Tua
Juga Ikut Memeriahkan Acara Baayun Maulid Ini
uasana perayaan maulid seperti itu
tidak hanya tampak di Banua Halat. Warga suku Banjar yang mayoritas dari 3,2
juta penduduk Kalsel , hampir semuanya memperingati maulid.
"Tradisi ini tidak lagi dinamakan baayun anak, tetapi baayun maulid karena banyak orang dewasa yang ikut. Setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Enam tahun lalu pesertanya hanya 265 orang," kata Ketua Panitia Baayun Maulid Banua Halat.
"Tradisi ini tidak lagi dinamakan baayun anak, tetapi baayun maulid karena banyak orang dewasa yang ikut. Setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Enam tahun lalu pesertanya hanya 265 orang," kata Ketua Panitia Baayun Maulid Banua Halat.
WISATA SEJARAH / WISATA BUDAYA
Situs Candi Laras
Candi Laras adalah situs candi berukuran kecil yang terdapat di Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan yang ditemukan pada lokasi yang dinamakan penduduk engan sebutan Tanah Tinggi yang terletak pada posisi koordinat 252',6" LS dan 114 56'0,7" BT. Pada situs candi ini ditemukan potongan-potongan arca Batara Guru memegang cupu, lembu Nandini dan lingga. Semuanya disimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Candi Laras adalah situs candi berukuran kecil yang terdapat di Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan yang ditemukan pada lokasi yang dinamakan penduduk engan sebutan Tanah Tinggi yang terletak pada posisi koordinat 252',6" LS dan 114 56'0,7" BT. Pada situs candi ini ditemukan potongan-potongan arca Batara Guru memegang cupu, lembu Nandini dan lingga. Semuanya disimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Menurut riwayat, situs kerajaan
Candi laras yaitu kerajaan Hindu Syiwa dengan rajanya yang bernama Raden Panji
Sari Kaburangan.
Situs tersebut sudah banyak yang hilang karena terkubur lumpur akibat banjir dan sebagian lagi hilang dicuri.
Ditempat ini sering orang melakukan ritual secara pribadi untuk maksud tertentu khususnya dalam bidang kanuragaan dan pesugihan.
Letak candi ini tidak berada pada lokasi yang strategis, sehingga diperkirakan candi ini didirikan untuk maksud-maksud tertentu dan diperkirakan merupakan candi kenegaraan. Di dalam daerah yang berdekatan dengan candi ini, yaitu di daerah aliran sungai Amas ditemukan pula sebuah arca Buddha Dipangkara dan tulisan beraksara Pallawa yang berkaitan dengan agama Buddha, berbunyi "siddha" (selengkapnya seharusnya berbunyi "jaya siddha yatra" artinya "perjalanan ziarah yang mendapat berkat"). Daerah sekitar situs candi Laras pada masa lampau merupakan wilayah Kerajaan Negara Daha, sehingga diperkirakan kerajaan ini menganut agama Syiwa-Buddha.
Situs tersebut sudah banyak yang hilang karena terkubur lumpur akibat banjir dan sebagian lagi hilang dicuri.
Ditempat ini sering orang melakukan ritual secara pribadi untuk maksud tertentu khususnya dalam bidang kanuragaan dan pesugihan.
Letak candi ini tidak berada pada lokasi yang strategis, sehingga diperkirakan candi ini didirikan untuk maksud-maksud tertentu dan diperkirakan merupakan candi kenegaraan. Di dalam daerah yang berdekatan dengan candi ini, yaitu di daerah aliran sungai Amas ditemukan pula sebuah arca Buddha Dipangkara dan tulisan beraksara Pallawa yang berkaitan dengan agama Buddha, berbunyi "siddha" (selengkapnya seharusnya berbunyi "jaya siddha yatra" artinya "perjalanan ziarah yang mendapat berkat"). Daerah sekitar situs candi Laras pada masa lampau merupakan wilayah Kerajaan Negara Daha, sehingga diperkirakan kerajaan ini menganut agama Syiwa-Buddha.
Secara fisik, bangunannya berupa
sumur tua dan terdapat beberapa batang kayu ulin besar yang berumur ratusan
tahun yang tertanam tidak jauh dari sumur tersebut. Lokasinya pun terletak di
sebuah pematang yang dikelilingi persawahan warga sekitar. Selain itu, ada dua
buah batu besar yang oleh warga sekitar disebut Batu Babi. Saat ini, benda
sejarah tersebut disimpan di Museum Banjarbaru.
Situs purbakala Candi Laras ini diperkirakan
dibangun pada 1300 Masehi oleh Jimutawahana, keturunan Dapunta Hyang dari
kerajaan Sriwijaya. Jimutawahana inilah yang diperkirakan sebagai nenek moyang
warga Tapin.
Kalau dilihat dari tahun berdirinya, sebenarnya Candi Laras lebih tua dari candi serupa yang ada di Amuntai yakni Candi Agung yang didirikan pada saat pemerintahan kerajaan Negara Dipa, 1350 Masehi.
Namun dari aspek pengelolaan aset sejarah, Candi Agung memiliki daya pesona yang menarik wisatawan ketimbang Candi Laras. Laiknya sebuah ladang yang tidak memiliki nilai historis, sehingga terlalu tendensius ketika situs purbakala Candi Laras ini dikatakan sebagai salah satu objek wisata sejarah di Kabupaten Tapin.
Kalau dilihat dari tahun berdirinya, sebenarnya Candi Laras lebih tua dari candi serupa yang ada di Amuntai yakni Candi Agung yang didirikan pada saat pemerintahan kerajaan Negara Dipa, 1350 Masehi.
Namun dari aspek pengelolaan aset sejarah, Candi Agung memiliki daya pesona yang menarik wisatawan ketimbang Candi Laras. Laiknya sebuah ladang yang tidak memiliki nilai historis, sehingga terlalu tendensius ketika situs purbakala Candi Laras ini dikatakan sebagai salah satu objek wisata sejarah di Kabupaten Tapin.
Pengrajin Anyaman Rotan dan Purun
Margasari
Terletak di Kecamatan Candi Laras Selatan atau 30 km dari kota Rantau
Margasari adalah desa yang di huni masyarakat pengrajin anyaman rotan dan purun sejak ratusan yang lalu.
Terletak di Kecamatan Candi Laras Selatan atau 30 km dari kota Rantau
Margasari adalah desa yang di huni masyarakat pengrajin anyaman rotan dan purun sejak ratusan yang lalu.
Saat ini hasil kerajinannya sudah
memasuki pasar ekpor ke Eropa seperti Swedia dan Kanada.
Margasari juga terkenal dengan
wisata sungainya dan abad ke-14 yang lalu merupakan gerbang bandar kerajaan
Negara Dipa.
WISATA ADAT
Aruh Adat Bapalas Suku Dayak Bukit
Piani
Upacara Bapalas atau lebih dikenal aruh oleh Suku Dayak dilakukan usai panen tiba. Upacara ini dilakukan sebagai ungkapan rasa sukur yang telah diberikan kepada sang pencipta alam semesta kepada petani di desa. Selain itu juga, upacara ini digelar sebagai acara tolak bala terhadap roh-roh jahat yang diyakini bisa mendatangkan bencana pada diri petani, tanaman petani dan desanya.
Upacara Bapalas atau lebih dikenal aruh oleh Suku Dayak dilakukan usai panen tiba. Upacara ini dilakukan sebagai ungkapan rasa sukur yang telah diberikan kepada sang pencipta alam semesta kepada petani di desa. Selain itu juga, upacara ini digelar sebagai acara tolak bala terhadap roh-roh jahat yang diyakini bisa mendatangkan bencana pada diri petani, tanaman petani dan desanya.
Upacara Bapalas yang dilakukan oleh
Dayak Meratus yang ada di Desa Batung, Kecamatan Piani. Ritual upacaranya
sendiri digelar sebagai aruh kecil yang dilangsung selama 7 hari 7 malam
berturut-turut di Balai Desa Batung yang baru saja direhab.
Menurut keterangan Penghulu Adat
Desa Batung, Uhil yang memimpin jalannya upacara adat ini mengatakan kalau
dialah yang akan memimpin upacara adat ini. Seminggu sebelum pelaksanaan aruh
ini warga Dayak yang tersebar di Kabupaten Tapin sudah diundang untuk
menghadiri upacara ini.
Diantara undangan yang hadir
terdapat warga Dayak Harakit, Pipitak Jaya, Belawaian dan Bagandah. “Hari
pertama dari rangkaian upacara ini dilaksanakannya dilakukan pembuatan
kalangkang mantit dan langgatan yang akan dipergunakan dalam prosesi upacara
ini. Baru pada hari kedua dimulailan prosesi upacaranya hingga hari keenam.
Seadngkan hari ketujuh disebut sebagai harri pamali di mana seluruh masyarakat
desa melakukan pemantang pergi ke ladang, menyalakan api, juga tidak boleh ada
satu orangpun warga desa yang meninggalkan desanya pada hari tersebut. Apabila
hal ini dilanggar diyakini akan timbul bencana, kematian, atau tertular suatu
penyakit yang akan diderita oleh warga di desa,” ujarnya.
Secara panjang lebar, Uhil
menjelaskan prosesi upacara bapalas ini. Dimulai dari membuat kerangka
langgatan yang akan dipergunakan sebagai persembahan kepada sang pencipta.
Langgatan yang digantung di tengah-tengah arena dibuat terlebih dahulu
rangkanya dari kayu. Baru pada keesokan harinya langgatan tadi diberi pakaian
dari pucuk enau yang dibuat bermacam-macam hiasan untuk menutupi rangka
langgatan hingga seluruh tubuhnya tertutup daun enau.
Langgatan ini terdiri dari dua
tingkat, lantai pertama diisi dengan bakul atau disebut tumbu yang dianyam oleh
orang yang ingin mempersembahkan padinya kepada Bhatara yang di atas. Warna
tumbu ini beragam, ada yang berwarna kuning atau merah. “Pada upacara kali ini
ada sebanyak 38 bakul yang akan dipersembanhkan dan disusun di lantai satu langgatan,”
ujarnya.
Sedangkan di lantai kedua,
diletakkan berbagai aneka kue khas Dayak seperti lamang, lakatan habang,
hirang, putih, yang akan dipersembahkan pada orang-orang keramat. Langgatan
yang dibuat, pada bagian atasnya terdiri dari panji atau kepala langgatan yang
terdiri dari kain warna merah dan putih, sebagai pertanda menyembah kepada
Tuhan. Kepala langgatan ini dibentuk menyilang dan mengarah ke atas sebagai
tanda persembahan warga desa kepada sang pencipta.
Sementara itu, di tanah atau dibagian
belakang balai didirikan kalangakang mantit yang dipergunakan sebagai
persembahan dan awal dimulainya upacara bapalas ini. Tidak ketinggalan di 4
tiang yang ada di ruangan balai juga dibuat kalangkang mantit. Upacara bapalas
kali ini dilaksanakan oleh penghulu adat, damang dan wakil penghulu sebanyak 11
orang yang akan memimpin upacara ini.
“Ada penghulu dan damang dari 5 desa
yang hadir pada upacara kali ini, yakni dari Desa Harakit, Mancabung, Batung,
Belawaian, dan Bagandah. Jumlahnya ada 11 orang balian yang akan memimpin
upacara ini,” ujarnya.
Upacara bapalas di Balai Desa Batung
ini dihadiri tak kurang dari 500 orang suka Dayak Tapin yang mendiami
pengunungan Meratus. Mulai dari bayi umur 20 hari hingga orang dewasa berumur
80 tahun pun datang ke desa ini untuk mengikuti upacara bapalas ini. Semakin
malam semakin ramai suasana balai. Upacara bapalas Dayak Tapin dihadiri oleh
tua muda sebagai ungkapan rasa syukur, juga sebagai upacara tolak bala atau
buang randu, buang jahat yang diyakini mereka. Upacara dipimpin oleh Penghulu
Adat dalam 5 hari aruh berlangsung.
Menurut penghulu Adat, Uhil
rangkaian upacara aruh Adat Tapin ini dimulai dari malam pertama membuat
kalangakang mantit, yakni 11 orang balian yang dilengkapi dengan kostum memakai
kain, tapih, lahung, dan gelang hiang di tangan. Kesebelas balian yang sudah
berpakaian lengkap ini turun ke tanah dan berdiri di kalangkang mantit di mana
penghulu membacakan mantra-mantra, setelah itu dihamburkan baras kuning sebagai
tanda di mulainya upacara babalian ini.
Selanjutnya, bapincuk, di mana
balian semuanya naik ke dalam balai dan membuka lawang dewata dilanjutkan
dengan bapanaikan. Rangkaian keenam adalah menggantung tali rimbunan yang
diikat dengan rotan di langgatan. Mawagang tatak keberikutnya, yakni tali
pengikat yang terbuat dari rotan dipotong oleh balian.
Selama upacara berlangsung,
kesebelas balian ini didampingi oleh pinjulang yang bertindak sebagai juru
bicara perwakilan dari masyarakat. Pinjulang ini harus orang terdekat dari
balian, bisa saja isterti balian, atau saudara maupun saudara dekatnya. Pada prosesi
bakaribut kawalu, balian memutar langgatan sesuai dengan arah mata angin agar
angin jahat yang akan datang ke desa ini tidak jadi datang ke kampung. “Angin
jahat ini bisa membuat warga sakit, bahkan meninggal dunia. Prosesi ini
diperlambangkan agar seluruh warga di kampung akan selamat semuanya. Mungkin
kalau orang bilang bagian ini disebut sebagai penolak bala,” jelasnya.
Sebelum upacara di hari kedua
berakhir, diadakan upacara mangarungan yakni mengobati atau menambai orang
sakit yang dilakukan oleh balian. Pada saat upacara berlangsung, masing-masing
balian mengobati pasiennya. Ada pasien yang sakit kakinya dan ada juga yang
sakit menyamak langsung diobati dengan mantra-mantra yang diyakini bisa
menyembuhkan orang yang sakit.
Selanjutnya dilakukan bahantu, yakni
membaca mantra dalam bahasa dayak yang diyakini agar desa ini terhindar dari
penyakit yang akan menimpa desa ini. Baik itu penyakit yang datang dari laut,
darat, agar tidak masuk ke kampung dan dikasi wadai supaya hantu jahat tidak
datang ke kampung dan mendatangkan penyakit bagi mereka.
Sebeagai prosesi terakhir dari
upacara balian malam kedua ini dilangsungkan ajang badangsai, di mana tua,
muda, dan anak-anak turun ke tengah langgatan untuk bedangsai atau batandik,
menari dengan kaki dan tangan dihentakkan ke lantai diiringi suara serunai dan
babun.
Untuk laki-laki, bedangsainya
dilakukan sesama laki-laki dengan irama yang rancak, sedangkan untuk perempuan
dengan irama yang agak lamban. Para perempuan yang turun bedangsai mengenakan
sarung dan menari dengan gerakan lemah gemulai. Semakin malam beranjak turun,
semakin ramai orang yang turun bedangsai. Bedangsai ini usai ketika ayam
berkokok dan seluruh warga pun serentak berhenti dan kembali ke rumah
masing-masing. Namun yang rumahnya jauh, memilih tidur di balai yang memiliki
kamar yang banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar