Ibukota Kalimantan Selatan yaitu
Banjarmasin memiliki cukup banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai obyek
wisata, baik itu berupa Wisata Alam, Wisata Buatan, Wisata Religius, Wisata
Sejarah/Wisata Budaya, dan Wisata Adat yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Banjarmasin adalah kota yang
mendapat julukan sebagai ’Kota Seribu Sungai’ karena kota ini berada pada muara
beberapa sungai secara geografis terletak pada salah satu pulau yang terbesar
di Indonesia, yakni pulau Kalimantan atau yang lazim disebut pulau Borneo.
Banjarmasin masuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebuah kota
yang penuh dengan keanekaragamaan Budaya. Provinsi ini mempunyai luas sekitar
36.985 km2. Banjarmasin memasuki zona waktu Indonesia bagian Tengah.
Menginjakkan kaki di Bumi Lambung
Mangkurat (sebutan bagi Banjarmasin) rugi banget kalo tidak ngunjungi berbagai
tempat wisatanya dan mengabadikannya. Sebuah kota yang selalu dikelilingi oleh
sungai-sungai kecil, tak pernah bosan untuk dijelajahi dan dikunjungi. Kota
Banjarmasin juga terkenal dengan julukan kota seribu sungai Banyak sekali,
tempat-tempat yang wajib dan mesti di kunjungi jika sudah berada di kota seribu
sungai ini.
Banyak sekali kegiatan masyarakat
yang dilakukan di sungai termasuk kegiatan perdagangan yang dikenal dengan
pasar terapung. Penduduk kota Banjarmasin masih banyak yang tinggal di atas
air. Rumah-rumah penduduk dibangun diatas tiang atau diatas rakit dipinggir
sungai.
Budaya sungai terus berkembang, memberikan corak budaya tersendiri dan menarik. Salah satu kegiatan wisata paling menarik di kota Banjarmasin adalah berjalan-jalan menyusuri sungai dan kanal. Daerah pinggiran kota pemandangan alam sungainya masih asli dan wisatawan dapat menyusuri sepanjang sungai Martapura dan sungai Barito dengan menggunakan perahu Klotok dan Speedboat. Pusat Kota Banjarmasin terletak di sepanjang jalan Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran khususnya Bank terdapat di jalan Lambung Mangkurat. Sungai Barito berada di sebelah Baratnya dari pusat kota.
Budaya sungai terus berkembang, memberikan corak budaya tersendiri dan menarik. Salah satu kegiatan wisata paling menarik di kota Banjarmasin adalah berjalan-jalan menyusuri sungai dan kanal. Daerah pinggiran kota pemandangan alam sungainya masih asli dan wisatawan dapat menyusuri sepanjang sungai Martapura dan sungai Barito dengan menggunakan perahu Klotok dan Speedboat. Pusat Kota Banjarmasin terletak di sepanjang jalan Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran khususnya Bank terdapat di jalan Lambung Mangkurat. Sungai Barito berada di sebelah Baratnya dari pusat kota.
Sebagian besar kegiatan masyarakat
di Banjarmasin terjadi sungai atau disekitar sungai. Oleh karena itu sangatlah
menarik menyaksikan kehidupan Kota dari tengah sungai. Wisatawan dapat
menyewakan perahu motor yang mangkal di tepi sungai dengan tarif sekitar Rp.
75.000 per jam guna memulai perjalanan menyusuri sungai melewati sejumlah
lokasi penarikan dengan waktu tempuh dua hingga tiga jam.
WISATA RELIGIUS
Masjid Raya Sabilal Muhtadin
Salah satu Landmark Kota Banjarmaisn adalah Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang berada dijalan Jendral Sudirman. Mesjid Raya Sabilal Muhtadin berdiri megah dijantung kota Banjarmasin menghadap Sungai Martapura. Bangunan Masjid arsitektur modern dengan di kelilingi lima menara yang menjulang tinggi serta taman masjid yang luas dan indah. Masjid Raya Sabilal Muhtadin berlantai dua mempunyai kapasitas tempat sholat untuk 15.000 jemaah dan merupakan masjid kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan dan pusat pengkajian agama Islam.
Salah satu Landmark Kota Banjarmaisn adalah Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang berada dijalan Jendral Sudirman. Mesjid Raya Sabilal Muhtadin berdiri megah dijantung kota Banjarmasin menghadap Sungai Martapura. Bangunan Masjid arsitektur modern dengan di kelilingi lima menara yang menjulang tinggi serta taman masjid yang luas dan indah. Masjid Raya Sabilal Muhtadin berlantai dua mempunyai kapasitas tempat sholat untuk 15.000 jemaah dan merupakan masjid kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan dan pusat pengkajian agama Islam.
Sabilal Muhtadin, nama pilihan untuk
Mesjid Raya Banjarmasin ini, adalah sebagai penghormatan dan penghargaan
terhadap Ulama Besar alm. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary (1710 — 1812 M) yang
selama hidup-nya memperdalam dan mengembangkan agama Islam di Kerajaan Banjar
atau Kalimantan Selatan sekarang ini. Ulama Besar ini tidak saja dikenal di
seluruh Nusantara, akan tetapi dikenal dan dihormati meliwati batas negerinya
sampai ke Malaka, Filipina, Bombay, Mekkah, Madinah, Istambul dan Mesir.
Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini
di-bangun di atas tanah yang luasnya 100.000 M2, letaknya ditengah-tengah kota Banjarmasin,
yang sebelumnya adalah Kompiek Asrama Tentara Tatas. Pada waktu zaman
kolonialisme Belanda tempat ini dikenal dengan Fort Tatas atau Benteng Tatas.
Bangunan Mesjid terbagi atas Bangunan Utama dan Menara; bangunan utama luasnya
5250 M2, yaitu ruang tempat ibadah 3250 M2, ruang bagian dalam yang sebagian
berlantai dua, luasnya 2000 M2. Menara mesjid terdiri atas 1 menara-besar yang
tingginya 45 M, dan 4 menara-kecil, yang tingginya masing-masing 21 M. Pada
bagian atas bangunan-utama terdapat kubah-besar dengan garis tengah 38 M,
terbuat dari bahan aluminium sheet Kalcolour ber-warna emas yang ditopang oleh
su-sunan kerangka baja. Dan kubah menara-kecil garis-tengahnya 5 dan 6 M.
Kemudian seperti biasanya yang ter
dapat pada setiap mesjid-raya, maka pada Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini juga,
kita dapati hiasan Kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an dan As-maul Husna,
yaitu 99 nama untuk Ke-agungan Tuhan serta nama-nama 4 Khalifah Utama dalam
Islam. Kaligrafi itu seturuhnya dibentuk dari bahan tembaga yang dihitamkan
dengan pe-milihan bentuk tulisan-arab (kaligrafi) yang ditangani secara cermat
dan tepat, maksudnya tentu tiada lain adalah upaya menampilkan bobot ataupun
makna yang tersirat dari ayat-ayat suci itu sendiri. Demikian juga pada pintu,
krawang dan railing, keseluruh annya dibuat dari bahan tembaga de ngan bentuk
relief berdasarkan seni ragam hias yang banyak terdapat di daerah Kalimantan.
Dinding serta lantai bangunan,
menara dan turap plaza, juga sebagian dari kolam, keseluruhannya berlapiskan
marmer; ruang tempat mengambil air wudhu, dinding dan lantainya dilapis de-ngan
porselein, sedang untuk plaza keseluruhannya dilapis dengan keramik. Seluruh
bangunan Mesjid Raya ini, dengan luas seperti disebut di atas, pada bagian
dalam dan halaman bangunan, dapat menampung jemaah sebanyak 15.000 orang, yaitu
7.500 pada bagian dalam dan 7.500 pada bagian halaman bangunan.
Peranan elemen-hias pada sebuah
bangunan, bila diolah secara cermat dan diarahkan dengan tepat, akan tam-pak
bukan saja sesuatu yang 'indah dimata' akan tetapi sekaligus dapat bermakna
lain pada diri kita. Bisa jadi memberikan pengalaman batin yang menyentuh dan
menimbulkan macam-macam perasaan, misalnya perasaan haru, kagum, syahdu dan
seterusnya. Dengan ini berarti kita berbicara me-ngenai wawasan estetis dan
pemilihan teknis dari seorang seniman untuk se-lanjutnya sebagai konsep dasar
pijakan kreatifitasnya.
Sejalan dengan hal yang baru
di-sebut di atas, maka wawasan estetis pada bangunan Mesjid Raya Sabilal
Muhtadin ini dilakukan dalam tiga pokok pijakan sebagai berikut.
1. Sesuatu yang dapat memberikan dan menimbulkan rasa keagama an yang lebih dalam.
2. Ornamen-dekoratif yang selaras dan fungsional sesuai dengan arsitektur mesjid.
3. Sebagai ciri-khas atau identitas yang menunjukkan kekayaan kebudayaan lingkungan Kalimantan.
1. Sesuatu yang dapat memberikan dan menimbulkan rasa keagama an yang lebih dalam.
2. Ornamen-dekoratif yang selaras dan fungsional sesuai dengan arsitektur mesjid.
3. Sebagai ciri-khas atau identitas yang menunjukkan kekayaan kebudayaan lingkungan Kalimantan.
Atas dasar ini, maka elemen-estetik
untuk mesjid-raya ini dibentuk dalam kaligrafi-arab dengan mengambil ayat-ayat
Al-Quran, Asmaul Husna, yaitu 99 nama Keagungan Tuhan dan nama-nama 4 Khalifah
Utama dalam Islam Kaligrafi ini kemudian dirangkai dan dipadu dengan
unsur-unsur ragam-hias motif tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagdi tradisi seni-hias
pada bangunan bangunan mesjid seluruh dunia.
Bentuk floral (tumbuh-tumbuhan) ini
memberikan sesuatu kesan hidup dan dinamis, akan tetapi yang terpenting adalah
menghindarkan ke-cendrungan untuk menjadi gambar pe-mujaan, seperti halnya
gambar yang bertemakan bentuk manusia dan he-wan. Demikian pula ayat-ayat suci
yang dituliskan dalam bentuk khat in-dah dengan Gaya Naski, Diwani, Riqah,
Tsulus dan Kufik, kiranya menimbulkan rasa kekayaan citarasa dan khayal-seni
untuk meluhurkan puja kepada Tuhan.
Disain keseluruhan bangunan mesjid,
dengan kubah besar, tiang-tiang kokoh dan tegap serta dinding tebal dan padat
yang keseluruhan dibalut oleh le-bih kurang 14.830 M2 pualam kremmuda seakan
memberikan suasana be-rat, kukuh dan kadahg-kadang terasa menekan. Kesan ini
timbul balk dari eksteriornya maupun interiornya. Kesejuruhan keadaan banguann
mesjid seperti disebut di atas menjadi per-timbangan dalam memperhitungkan
pembuatan elemen-estetik yang akan ditempatkan dalam ruang dalam dan luar
bangunan mesjid itu.
Penetapan disain krawang untuk
pintu-utama, pintu samping dan din-ding, adalah upaya untuk memberikan
keseimbangan antara 'rasa berat' yang ditimbulkan fisik bangunan dan 'rasa
ringan' yang ditimbulkan oleh sifat 'tembus pandang' dari ornamen krawang
tersebut. Lampu hias (chandelier) yang terdiri dari 17 buah unit gan-tungan
dengan ribuan bola kaca ter-susun dalam lingkaran bergaris tengah 9 M,
menimbulkan 'rasa-ringan' yang ditempatkan sebagai kontras terhadap fisik
bangunan itu sendiri.
<---dipindahkan ke Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary Ulama-ulama yang muncul dikemudian hari, menduduki tempat-tempat penting di seluruh Keraiaan Baniar dan mendirikan syurau dan madrasah, adalah Iah dari didikan syuraunya di Pagar Dalam yang didirikannya setelah kem-bali dari menuntut ilmu di tanah Mekkah.
<---dipindahkan ke Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary Ulama-ulama yang muncul dikemudian hari, menduduki tempat-tempat penting di seluruh Keraiaan Baniar dan mendirikan syurau dan madrasah, adalah Iah dari didikan syuraunya di Pagar Dalam yang didirikannya setelah kem-bali dari menuntut ilmu di tanah Mekkah.
Di samping mendidik di syuraunya, ia
juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta
keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab 'SABILAL
MUHTADIN' yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu
itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara dan
bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara. Selain dari pada
mengajar, menulis dan dakwah, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary juga sangat
memperhatikan rakyat sekitarnya. Kepada mereka beliau memberi contoh bagaimana
bercocok tanam membuat pengairan untuk me-majukan pertanian penduduk.
Diriwayatkan, pada waktu Sultan
Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kerajaan-Banjar, suatu hari ketika
ber-kunjung ke kampung Lok Ngabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar
7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat,
dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya.
Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan me-minta pada orang tuanya agar anak
tersebut sebaiknya ting-gal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak
dan cucu Sultan.
Kemudian atas permintaannya sendiri,
pada waktu ber-umur sekitar 30 tahun. Sultan mengabulkan keinginannya untuk
belajar ke Mekkah memperdalam ilmunya, dan lebih dari 30 tahun kemudian,
setelah gurunya menyatakan su-dahlah cukup bekal ilmunya, barulah ia kembali
pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak
membantu dan member! warna pada kehidupannya telah mangkat dan digantikan
kemudian oleh Sultan TahmiduHah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah
yang sejak semula telah akrab bagaikan bersahabat. Kepada Sultan Tahlilullah ia
tidak sempat menyatakan terimakasih-nya ataupun memberikan pengabdiannya dan
mereka ter-pisah karena jarak dan umur.
Sekembalinya dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakan nya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Pagar Dalam, yang kemudian lama-kelamaan men-jadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam.
Sekembalinya dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakan nya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Pagar Dalam, yang kemudian lama-kelamaan men-jadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam.
Sultan Tahmidullah yang pada ketika
itu memerintah Ke-rajaan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap
per-kembangan serta kemajuan agama Islam dikerajaannya, meminta kepada Syekh
Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh) yang kelak
kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.
Sebelumnya, untuk keperluan
pengajaran serta pendidikan, ia telah menulis beberapa kitab serta
risalah-risalah, di-antaranya ialah Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab
Sifat Duapuluh, Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal
itikad serta perbuatan yang sesat, Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang
wanita serta tertib suami-isteri, Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Da-ri beberapa risalahnya, dan beberapa pelajaran penting yang langsung
diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian di-himpun dan menjadi semacam Kitab
Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan
yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan.
Mengenai bidang Tasauf {semacam Filsafat Ketuhanan) ia juga menuliskan
pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
Kitab Sabilal Muhtadin yang disebut pada mula di atas se-lengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, dan untuk singkatnya disebut Kitab Sabilal saja; dan artinya dalam terjemahan bebas adalah Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama.
Kitab Sabilal Muhtadin yang disebut pada mula di atas se-lengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, dan untuk singkatnya disebut Kitab Sabilal saja; dan artinya dalam terjemahan bebas adalah Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama.
Dengan demikian maka Syekh Muhammad
Arsyad Al-Banjary sekaligus adalah guru, ulama, dan teladan bagi mu-ridnya, dan
juga penduduk sekitarnya, ia telah berbakti kepada agama dan kehidupan itu
sendiri dengan setulus jiwa-raganya.
Maka pada akhirnya, sebagai akibat dari semua itu, kelak kemudian hari, suri tauladan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, seperti telah diriwayatkan di atas, membekas dan terpatri pada hati seluruh kerajaan dan penduduknya dengan kenyataan sebagaimana kita lihat sampai hari ini ialah demikian banyaknya mesjid, langgar, syurau dan madrasah didirikan dan dibangun oleh penduduk disetiap desa, kampung dan kota di seluruh Kerajaan Banjar atau di Kalimantan Selatan sekarang ini. Dan Mesjid Raya Banjarmasin ini, berdasarkan sejarah serta riwat sebagaimana telah disebut di atas, kita pahatkan namanya : SABILAL MUHTADIN
Maka pada akhirnya, sebagai akibat dari semua itu, kelak kemudian hari, suri tauladan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, seperti telah diriwayatkan di atas, membekas dan terpatri pada hati seluruh kerajaan dan penduduknya dengan kenyataan sebagaimana kita lihat sampai hari ini ialah demikian banyaknya mesjid, langgar, syurau dan madrasah didirikan dan dibangun oleh penduduk disetiap desa, kampung dan kota di seluruh Kerajaan Banjar atau di Kalimantan Selatan sekarang ini. Dan Mesjid Raya Banjarmasin ini, berdasarkan sejarah serta riwat sebagaimana telah disebut di atas, kita pahatkan namanya : SABILAL MUHTADIN
Masjid Sultan Suriansyah
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Bentuk arsitektur dengan konstruksi
panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar.
Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri
terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin.
Masjid Kuno
Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" . Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanghgal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (renovasi masjid) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I (1734-1759).
Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan : "Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri".
Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" . Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanghgal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (renovasi masjid) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I (1734-1759).
Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan : "Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri".
Mimbar Masjid Sultan Suriansyah
Filosofi Ruang
Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.
Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.
Kubah Surgi Mufti
Tuan Guru H. Surgi Mufti atau Mufti Jamaluddin adalah cicit Al-Banjari dari garis istri beliau yang keenam, bernama Ratu Aminah binti Pangeran Thaha (seorang bangsawan Kerajaan Banjar). Silsilah Tuan Guru Surgi Mufti ini adalah: Mufti Jamaluddin bin Zalekha binti Pangeran Mufti H. Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Tuan Guru H. Surgi Mufti atau Mufti Jamaluddin adalah cicit Al-Banjari dari garis istri beliau yang keenam, bernama Ratu Aminah binti Pangeran Thaha (seorang bangsawan Kerajaan Banjar). Silsilah Tuan Guru Surgi Mufti ini adalah: Mufti Jamaluddin bin Zalekha binti Pangeran Mufti H. Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Semasa hidupnya, Tuan Guru H. Surgi
Mufti dikenal sebagai seorang ulama besar yang pemurah, ramah-tamah, dan
disegani oleh semua kalangan, termasuk oleh Belanda. Banyak orang-orang yang
belajar dan menuntut ilmu kepada beliau. Beliau ini menurut Abu Daudi, diangkat
menjadi mufti oleh pemerintah Belanda dan berkedudukan di Banjarmasin pada
tahun 1896. Beliau wafat pada tanggal 8 Muharram 1348 H (1902) dan dimakamkan
di depan rumah beliau di Jalan Masjid Jami Banjarmasin.[25] Oleh Pemerintah,
makam beliau kemudian ditetapkan sebagai salah satu peninggalan dan cagar
budaya yang dilindungi,[26] hingga sekarang dikenal oleh masyarakat Banjar
dengan nama “Kubah Sungai Jingah”. Gelar beliau juga diabadikan menjadi nama
satu kelurahan dalam wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara, yakni Kelurahan Surgi
Mufti.
Cungkup makam dari ulama Haji Jamaluddin (Surgi Mufti) di
Banjarmasin
Kubah berasal dari bahasa Arab
"qubbah" yaitu cungkup makam. Makam ini terdapat di Kelurahan Surgi
Mufti, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Makam Datu Anggah Amin (Al-Alamah
Muhammad Amin)
Makam Datu Anggah Amin terletak di Kelurahan Banua Anyar Kota Banjarmasin. Datu Anggah Amin adalah ulama yang banyak menelorkan ulama. Dia tidak memiliki pesantren, tapi banyak yang datang minta petunjuk dan bimbingan pengarahan.
Makam Datu Anggah Amin terletak di Kelurahan Banua Anyar Kota Banjarmasin. Datu Anggah Amin adalah ulama yang banyak menelorkan ulama. Dia tidak memiliki pesantren, tapi banyak yang datang minta petunjuk dan bimbingan pengarahan.
Makam Datu Amin yang ada di Banua Anyar
"Beliau tidak punya pondok
pesantren, tapi banyak didatangi orang. Murid-muridnya banyak, dan banyak pula
yang menjadi ulama besar. Sekarang banyak pula keturunan dari para muridnya
yang menjadi ulama," ujarnya.
Kepada para muridnya, kata Misbah,
Datu Anggah selalu berpesan agar tidak durhaka kepada orangtua dan para alim
supaya hidupnya menadpat barokah.
"Beliau berpesan, jangan durhaka, jangan lupakan jasa-jasa pendahulu, terutama para alim besar, Insya Allah hidupnya akan selalu mendapat barokah," jelas Misbah.
"Beliau berpesan, jangan durhaka, jangan lupakan jasa-jasa pendahulu, terutama para alim besar, Insya Allah hidupnya akan selalu mendapat barokah," jelas Misbah.
Makam Khatib Dayan
Khatib Dayan dimakamkan di Komplek Makam Sultan Suriansyah. Pada tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan Demak bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera beserta sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon, Jawa Barat. Beliau menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang Kalimah Sada di dalam bahasa Jawa. Beliau seorang ulama dan pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar sampai akhir hayatnya.
Khatib Dayan dimakamkan di Komplek Makam Sultan Suriansyah. Pada tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan Demak bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera beserta sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon, Jawa Barat. Beliau menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang Kalimah Sada di dalam bahasa Jawa. Beliau seorang ulama dan pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar sampai akhir hayatnya.
WISATA KULINER
Soto Banjar
Soto Banjar adalah makanan khas dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti kayu manis, biji pala, dan cengkeh.
Soto Banjar adalah makanan khas dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti kayu manis, biji pala, dan cengkeh.
Menu Soto banjar .
Soto berisi daging ayam yang sudah
disuwir-suwir, dengan tambahan perkedel atau kentang rebus, rebusan telur, dan
ketupat. Kalau Anda mampir ke Banjarmasin jangan lupa menikmati hidangan sato
Banjar ini dan rasakan kenikmatan soto banjar yang khas.
Pusat Jajan Tarakan
Pusat jajan tarakan ini terletak di jalan Tarakan, Banjarmasin. Di sini tersedia berbagai macam jajanan, baik itu berupa makanan ataupun minuman, misalnya seperti makanan khas banjar, soto, jus buah dan lain sebagainya.
WISATA BUATAN
Pasar Terapung
Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak dulu dan merupakan refleksi budaya sungai orang Banjar. Pasar yang khas lagi unik ini tempat melakukan transaksi di atas air dengan menggunakan perahu besar maupun kecil yang berdatangan dari berbagai pelosok. Pasar Terapung di Banjarmasin adalah Pasar Kuin yang terletak di persimpangan antara Sungai Kuin dan Sungai Barito.
Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak dulu dan merupakan refleksi budaya sungai orang Banjar. Pasar yang khas lagi unik ini tempat melakukan transaksi di atas air dengan menggunakan perahu besar maupun kecil yang berdatangan dari berbagai pelosok. Pasar Terapung di Banjarmasin adalah Pasar Kuin yang terletak di persimpangan antara Sungai Kuin dan Sungai Barito.
Kegiatan
di Pasar Terapung muara Kuin Banjarmasin
Pasar Terapung hanya berlangsung
pada pagi hari sekitar jam 05.00 hingga 09.00 setiap hari.
Dengan perahu Klotok dari Kota Banjarmasin dapat dicapai sekitar 30 menit. Wisatawan harus datang pagi-pagi untuk dapat melihat kesibukan Pasar Terapung ini. Salah satu
Dengan perahu Klotok dari Kota Banjarmasin dapat dicapai sekitar 30 menit. Wisatawan harus datang pagi-pagi untuk dapat melihat kesibukan Pasar Terapung ini. Salah satu
Taman Siring Sudirman
Taman siring di bantaran Sungai Martapura yang berlokasi di Jalan Sudirman persisnya di depan Masjid Raya Sabilal Muthadin. Taman siring Sudirman adalah sebuah tempat nongkrong dan santai bagi semua usia, baik itu tua dan muda serta anak-anak.
Taman siring di bantaran Sungai Martapura yang berlokasi di Jalan Sudirman persisnya di depan Masjid Raya Sabilal Muthadin. Taman siring Sudirman adalah sebuah tempat nongkrong dan santai bagi semua usia, baik itu tua dan muda serta anak-anak.
WISATA SEJARAH / WISATA BUDAYA
Museum Wasaka
"Museum Wasaka" adalah sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
"Museum Wasaka" adalah sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Wasaka singkatan dari Waja Sampai
Kaputing yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Salah satu
koleksi yang ada di Museum Wasaka
Museum bertempat pada rumah Banjar
Bubungan Tinggi yang telah dialih fungsikan dari hunian menjadi museum sebagai
upaya konservasi bangunan tradisional.
Terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Sasirangan - Kain Khas Banjar
Kain sasirangan banyak dibuat oleh pengusaha industri kecil di Kalimantan Selatan. Seperti halnya batik di Pulau jawa, kain sasirangan merupakan ciri khas daerah Kalimantan Selatan. Kain sasirangan adalah merupakan kain yang menerapkan proses pewarnaan dengan cara rintang yaitu dijahit menggunakan benang atau tali rafia menurut corak yang dikehendaki. Desain corak didapatkan dari jahitan atau dikombinasi dengan ikatan maupun komposisi warna yang dibuat. Kain sasirangan dapat dibuat dari bahan mori dengan berbagai kwalitas seperti mori primissima, mori prima, mori biru, mori voalissima, bahan sutera, rayon maupun synthetic.
Kain sasirangan banyak dibuat oleh pengusaha industri kecil di Kalimantan Selatan. Seperti halnya batik di Pulau jawa, kain sasirangan merupakan ciri khas daerah Kalimantan Selatan. Kain sasirangan adalah merupakan kain yang menerapkan proses pewarnaan dengan cara rintang yaitu dijahit menggunakan benang atau tali rafia menurut corak yang dikehendaki. Desain corak didapatkan dari jahitan atau dikombinasi dengan ikatan maupun komposisi warna yang dibuat. Kain sasirangan dapat dibuat dari bahan mori dengan berbagai kwalitas seperti mori primissima, mori prima, mori biru, mori voalissima, bahan sutera, rayon maupun synthetic.
Sasirangan adalah batik khas
Kalimantan Selatan yang pada jaman dahulu digunakan untuk mengusir roh jahat
dan hanya dipakai oleh kalangan orang-orang terdahulu seperti keturunan raja
dan bangsawan. Proses pembuatan masih dikerjakan secara tradisional.
Kain sasirangan yang merupakan
kerajinan khas daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) menurut para tetua masyarakat
setempat, dulunya digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk
dipakai kaum lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh
kaum wanita. Kain ini juga sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara
adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit. Tapi saat ini, kain
sasirangan peruntukannya tidak lagi untuk spiritual sudah menjadi pakaian untuk
kegiatan sehari-hari, dan merupakan ciri khas sandang dari Kalsel. Di Kalsel,
kain sasirangan merupakan salah satu kerajinan khas daerah yang perlu
dilestarikan dan dikembangkan. Kata “Sasirangan” berasal dari kata sirang
(bahasa setempat) yang berarti diikat atau dijahit dengan tangan dan ditarik
benangnya atau dalam istilah bahasa jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di
Jawa disebut jumputan. Kain sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori,
polyester yang dijahit dengan cara tertentu. Kemudian disapu dengan
bermacam-macam warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana
yang bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif yang menawan.
Asal Mula Sasirangan
Menurut sejarah sekitar abad XII
sampai abad ke XIV pada masa kerajaan Dipa, di Kalimantan Selatan telah dikenal
masyarakat sejenis batik sandang yang disebut Kain Calapan yang kemudian
dikenal dengan nama Kain Sasirangan.
Menurut cerita rakyat atau sahibul
hikayat, kain sasirangan yang pertama dibuat yaitu tatkala Patih Lambung
Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit balarut banyu.
Menjelang akhir tapanya rakit Patih tiba di daerah Rantau kota Bagantung.
Dilihatnya seonggok buih dan dari dalam buih terdengan suara seorang wanita,
wanita itu adalah Putri Junjung Buih yang kelak menjadi Raja di Banua ini.
Tetapi ia baru muncul ke permukaan kalau syarat-syarat yang dimintanya
dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung yang diselesaikan dalam sehari dan kain
dapat selesai sehari yang ditenun dan dicalap atau diwarnai oleh 40 orang putri
dengan motif wadi / padiwaringin. Itulah kain calapan / sasirangan yang pertama
kali dibuat.
Kain Sasirangan adalah kain yang
didapat dari proses pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang
seperti tali, benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu. Pada
dasarnya teknik pewarnaan rintang mengakibatkan tempat-tempat tertentu akan
terhalang atau tidak tertembus oleh penetrasi larutan zat warna. Prosesnya
sering diusahakan dalam bentuk industri rumah tangga, karena tidak diperlukan
peralatan khusus, cukup dengan tangan saja untuk mendapatkan motif maupun corak
tertentu, melalui teknik jahitan tangan dan ikatan.
Sebagai bahan baku kainnya, yang
banyak digunakan hingga saat ini adalah bahan kain yang berasal dari serat
kapas (katun). Hal tersebut disebabkan karena pada mulai tumbuhnya pembuatan
kain celup ikat adalah sejalan dengan proses celup rintang yang lain seperti
batik dan tekstil adat. Untuk saat ini pengembangan bahan baku cukup meningkat,
dengan penganekaragaman bahan baku non kapas seperti : polyester, rayon,
sutera, dan lain-lain.
Desain/corak didapat dari
teknik-teknik jahitan dan ikatan yang ditentukan oleh beberapa faktor, selain
dari komposisi warna dan efek yang timbul antara lain : jenis benang/jenis
bahan pengikat.
Dengan mengkombinasikan antara
motif-motif asli yang satu dengan motif asli yang lainnya, maka kain kain
sasirangan makin menarik dan kelihatan modern Selain itu motif-motif tersebut
dimodifikasi sehingga menciptakan motif-motif yang sangat indah namun tidak
meninggalkan ciri khasnya. Adapun corak atau motif yang dikenal antara lain
Kembang Kacang, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Turun Dayang, Daun
Jaruju, Kangkung Kaombakan, Kulit Kayu, Sarigading, Parada dll.
Produk barang jadi yang dihasilkan
dari kain Sasirangan yaitu Kebaya, Hem, Selendang, Jilbab, Gorden, Taplak Meja,
Sapu Tangan, Sprei dll. Penggunaan Kain Sasirangan inipun lebih meluas yaitu
untuk busana pria maupun wanita yang dipakai sehari-hari baik resmi atau tidak.
Motif-Motif Kain Sasirangan
Seiring dengan semakin bertambahnya wawasan para perajin, kini motif sasirangan bervariasi dan mengakomodasi selera daerah
lain yang lebih universal. Motif-motif baru bermunculan yang dikembangkan dari motif tradisional.
Seiring dengan semakin bertambahnya wawasan para perajin, kini motif sasirangan bervariasi dan mengakomodasi selera daerah
lain yang lebih universal. Motif-motif baru bermunculan yang dikembangkan dari motif tradisional.
Sasirangan setidaknya mengenal 19
motif, di antaranya sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu
karang),
hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun
jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), dan kulat karikit (jamur kecil).
hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun
jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), dan kulat karikit (jamur kecil).
Ada juga motif gigi haruan (gigi
ikan gabus), turun dayang(garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung),
jajumputan
(jumputan), kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putri
menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), dan benawati (warna pelangi).
(jumputan), kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putri
menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), dan benawati (warna pelangi).
Motif-motif tradisional itu kini
dihidupkan kembali dengan selera populer. Motif sarigading kini dibuat lebih
halus dan bahkan
telah diberi hiasan garis emas (prada). Teknik prada tersebut merupakan adopsi dari teknik prodo yang dikenal pada batik.
telah diberi hiasan garis emas (prada). Teknik prada tersebut merupakan adopsi dari teknik prodo yang dikenal pada batik.
Bahan-Bahan Pembuatan Kain
Sasirangan
a. Kain
Pada awalnya, bahan baku untuk membuat kain adalah serat kapas (katun). Dalam perkembangannya, bahan baku kain Sasirangan tidak hanya kapas, tetapi juga non kapas, seperti: polyester, rayon, sutera, dan lain-lain (www.sinarharapan.co.id).
Pada awalnya, bahan baku untuk membuat kain adalah serat kapas (katun). Dalam perkembangannya, bahan baku kain Sasirangan tidak hanya kapas, tetapi juga non kapas, seperti: polyester, rayon, sutera, dan lain-lain (www.sinarharapan.co.id).
b. Pewarna
Secara umum, ada dua macam bahan yang digunakan sebagai pewarna, yaitu pewarna alami dan kimiawi. (1) bahan pewarna alami, di antaranya adalah: daun pandan, temulawak, dan akar-akar seperti kayu kebuau, jambal, karamunting, mengkudu, gambir, dan air pohon pisang. (2) bahan pewarna kimiawi. Oleh karena bahan-bahan pewarna alami sulit didapat dan prosesnya sangat lama (hingga berhari-hari), maka para pengrajin kain Sasirangan banyak beralih menggunakan pewarna kimia, selain bahan bakunya mudah didapat, prosesnya pewarnaannya juga lebih mudah dan cepat.
Jenis zat pewarna kimiawi yang sering digunakan antara lain: warna direct, warna basis, warna asam, warna belerang, warna hydron, warna bejana, warna bejana larut, warna napthol, warna disperse, warna reaktif, warna rapid, warna pigmen dan warna oksidasi. Selain itu, untuk menambah kesan anggun dan mewah juga digunakan zat warna prada (http://ikm.depperin.go.id dan http://rubiyah.com).
Secara umum, ada dua macam bahan yang digunakan sebagai pewarna, yaitu pewarna alami dan kimiawi. (1) bahan pewarna alami, di antaranya adalah: daun pandan, temulawak, dan akar-akar seperti kayu kebuau, jambal, karamunting, mengkudu, gambir, dan air pohon pisang. (2) bahan pewarna kimiawi. Oleh karena bahan-bahan pewarna alami sulit didapat dan prosesnya sangat lama (hingga berhari-hari), maka para pengrajin kain Sasirangan banyak beralih menggunakan pewarna kimia, selain bahan bakunya mudah didapat, prosesnya pewarnaannya juga lebih mudah dan cepat.
Jenis zat pewarna kimiawi yang sering digunakan antara lain: warna direct, warna basis, warna asam, warna belerang, warna hydron, warna bejana, warna bejana larut, warna napthol, warna disperse, warna reaktif, warna rapid, warna pigmen dan warna oksidasi. Selain itu, untuk menambah kesan anggun dan mewah juga digunakan zat warna prada (http://ikm.depperin.go.id dan http://rubiyah.com).
c. Perintang atau pengikat
Selain kedua jenis bahan utama di atas, bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan kain Sasirangan adalah bahan perintang atau pengikat. Bahan perintang tersebut biasanya terbuat dari benang kapas, benang polyester, rafia, benang ban, serat nanas dan lainnya.
Fungsi bahan perintang tersebut adalah untuk menjaga agar bagian-bagian tertentu dari kain terjaga dari warna yang tidak diinginkan. Oleh karenya, bahan perintang harus mempunyai spesifikasi khusus, di antaranya adalah (http://rubiyah.com):
Tidak dapat terwarnai oleh zat warna, sehingga mampu menjaga bagian-bagian tertentu dari zat warna yang tidak diinginkan.
Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat.
Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.
Selain kedua jenis bahan utama di atas, bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan kain Sasirangan adalah bahan perintang atau pengikat. Bahan perintang tersebut biasanya terbuat dari benang kapas, benang polyester, rafia, benang ban, serat nanas dan lainnya.
Fungsi bahan perintang tersebut adalah untuk menjaga agar bagian-bagian tertentu dari kain terjaga dari warna yang tidak diinginkan. Oleh karenya, bahan perintang harus mempunyai spesifikasi khusus, di antaranya adalah (http://rubiyah.com):
Tidak dapat terwarnai oleh zat warna, sehingga mampu menjaga bagian-bagian tertentu dari zat warna yang tidak diinginkan.
Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat.
Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.
Proses Pembuatan Kain Sasirangan
Kata Sasirangan berasal dari kata
sirang yang berarti diikat atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya,
atau dalam istilah bahasa jahit-menjahit disebut
dismoke/dijelujur. Kemudian kain yang telah dismoke disapu dengan
bermacam-macam warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana
yang bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif yang menawan. Adapun
proses pembuatan kain Sasirangan adalah sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan kain dan pewarna.
Tahapan paling awal pembuatan kain Sasirangan adalah pengadaan kain dan pewarna kain. Saat ini, telah tersedia banyak macam kain yang siap pakai, sehingga untuk membuat kain Sasirangan tidak perlu lagi dimulai dengan pemintalan kapas.
Hanya saja, biasanya kain-kain yang dijual ditoko kain sudah difinish atau dikanji. Padahal, kanji tersebut dapat menghalangi penyerapan kain terhadap zat pewarna. Oleh karenanya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penghilangan kanji dari kain.
Untuk menghilangkan kanji, ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Direndam dengan air. Kain yang hendak dibuat Sasirangan direndam dalam air selama satu atau dua hari, kemudian dibilas. Namun cara ini tidak banyak disukai, karena prosesnya terlalu lama dan ada kemungkinan timbul mikro organisme yang dapat merusak kain. (2) Direndam dengan asam. Kain direndam dalam larutan asam sulfat atau asam chlorida selama satu malam, atau hanya membutuhkan waktu dua jam jika larutan zat asam tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain dibilas dengan air sehingga kain terbebas dari zat asam. (3) Direndam dengan enzym. Bahan kain yang hendak dibuat Sasirangan dimasak dengan larutan enzym (Rapidase, Novofermasol dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C selama 30 s/d 45 menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua kali masing-masing 5 menit, dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih.
Tahapan paling awal pembuatan kain Sasirangan adalah pengadaan kain dan pewarna kain. Saat ini, telah tersedia banyak macam kain yang siap pakai, sehingga untuk membuat kain Sasirangan tidak perlu lagi dimulai dengan pemintalan kapas.
Hanya saja, biasanya kain-kain yang dijual ditoko kain sudah difinish atau dikanji. Padahal, kanji tersebut dapat menghalangi penyerapan kain terhadap zat pewarna. Oleh karenanya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penghilangan kanji dari kain.
Untuk menghilangkan kanji, ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu: (1) Direndam dengan air. Kain yang hendak dibuat Sasirangan direndam dalam air selama satu atau dua hari, kemudian dibilas. Namun cara ini tidak banyak disukai, karena prosesnya terlalu lama dan ada kemungkinan timbul mikro organisme yang dapat merusak kain. (2) Direndam dengan asam. Kain direndam dalam larutan asam sulfat atau asam chlorida selama satu malam, atau hanya membutuhkan waktu dua jam jika larutan zat asam tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain dibilas dengan air sehingga kain terbebas dari zat asam. (3) Direndam dengan enzym. Bahan kain yang hendak dibuat Sasirangan dimasak dengan larutan enzym (Rapidase, Novofermasol dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C selama 30 s/d 45 menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua kali masing-masing 5 menit, dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih.
b. Pengadaan pewarna kain
Selain pengadaan kain, hal lain yang harus dipersiapkan adalah zat pewarna, baik yang alami atau kimiawi. Kecermatan penggunaan pewarna merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan kain Sasirangan. Oleh karenaya, dalam pengadaan pewarna harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Harus mempunyai warna sehingga dapat meng-absorbs cahaya.
- Dapat larut dalam air atau mudah dilarutkan.
- Zat warna harus mempunyai affinitas terhadap serat (dapat menempel), tidak luntur, dan tahan terhadap sinar matahari.
- Zat warna harus dapat berdifusi pada serat.
- Zat warna harus mempunyai susunan yang stabil setelah meresap ke dalam serat.
Selain pengadaan kain, hal lain yang harus dipersiapkan adalah zat pewarna, baik yang alami atau kimiawi. Kecermatan penggunaan pewarna merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan kain Sasirangan. Oleh karenaya, dalam pengadaan pewarna harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Harus mempunyai warna sehingga dapat meng-absorbs cahaya.
- Dapat larut dalam air atau mudah dilarutkan.
- Zat warna harus mempunyai affinitas terhadap serat (dapat menempel), tidak luntur, dan tahan terhadap sinar matahari.
- Zat warna harus dapat berdifusi pada serat.
- Zat warna harus mempunyai susunan yang stabil setelah meresap ke dalam serat.
c. Pembuatan pola desain dan jahitan
Setelah kain bersih dari kanji, maka tahap selanjutnya adalah pemotongan dan penjahitan. Adapun prosesnya sebagai berikut:
Kain dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan. Jika yang hendak dibuat adalah kain Sasirangan untuk selendang, maka kain dipotong sesuai ukuran selendang yang hendak dibuat.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan pola motif. Kemudian pola motif tersebut dijahit (dismoke) menggunakan benang (atau bahan perintang lainnya) dengan jarak 1 - 2 mm atau 2 -3 mm.
Benang pada setiap jahitan-jahitan pola tersebut ditarik kencang sampai rapat dan membentuk kerutan-kerutan.
Setelah kain bersih dari kanji, maka tahap selanjutnya adalah pemotongan dan penjahitan. Adapun prosesnya sebagai berikut:
Kain dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan. Jika yang hendak dibuat adalah kain Sasirangan untuk selendang, maka kain dipotong sesuai ukuran selendang yang hendak dibuat.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan pola motif. Kemudian pola motif tersebut dijahit (dismoke) menggunakan benang (atau bahan perintang lainnya) dengan jarak 1 - 2 mm atau 2 -3 mm.
Benang pada setiap jahitan-jahitan pola tersebut ditarik kencang sampai rapat dan membentuk kerutan-kerutan.
d. Pewarnaan pada kain
Setelah pola kain dijahit, maka tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan merupakan proses yang cukup rumit sehingga membutuhkan keahlian khusus. Pewarnaan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus dilakukan secara teliti dan cermat berdasarkan kepada jenis kain dan kombinasi warna yang akan dibuat. Dengan ketelitian dan kecermatan, maka akan dihasilkan sebuah kombinasi warna yang elok dan anggun.
Secara garis besar, proses pewarnaan kain Sasirangan adalah sebagai berikut:
Zat pewarna yang hendak digunakan dilarutkan menggunakan air, atau medium lain yang dapat melarut zat warna tersebut.
Kemudian kain yang telah dismoke dimasukkan ke dalam larutan zat pewarna atau dengan dicolet (seperti membatik) dengan larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Ada tiga cara pewarnaan kain Sasirangan, yaitu: (1) Pencelupan. Tehnik pencelupan digunakan apabila yang diinginkan hanya satu warna saja. Kain yang dicelup ke dalam larutan zat pewarna akan mempunyai satu warna yang rata kecuali pada bagian kain yang dijahit/dismoke akan tetap berwarna putih. (2) Pencoletan. Kain pada bagian yang telah dismoke ataupun di antara smoke-smoke diwarnai dengan cara dicolet. Pewarnaan dengan cara dicolet biasanya dilakukan apabila motif yang dibuat memerlukan banyak warna (lebih dari satu warna). Tentu saja, waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dari sistem celupan. (3) Pencelupan dan Pencoletan. Cara ini menggabungkan kedua tehnik di atas. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan cara mencelupkan kain. Biasanya cara ini digunakan untuk membuat warna dasar pada kain. Kemudian dicolet dengan variasi warna sebagaimana telah direncanakan.
Setelah itu diteliti dengan seksama tingkat kerataan pewarnaannya. Caranya ini harus dilakukan agar hasilnya maksimal.
Setelah pola kain dijahit, maka tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan merupakan proses yang cukup rumit sehingga membutuhkan keahlian khusus. Pewarnaan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus dilakukan secara teliti dan cermat berdasarkan kepada jenis kain dan kombinasi warna yang akan dibuat. Dengan ketelitian dan kecermatan, maka akan dihasilkan sebuah kombinasi warna yang elok dan anggun.
Secara garis besar, proses pewarnaan kain Sasirangan adalah sebagai berikut:
Zat pewarna yang hendak digunakan dilarutkan menggunakan air, atau medium lain yang dapat melarut zat warna tersebut.
Kemudian kain yang telah dismoke dimasukkan ke dalam larutan zat pewarna atau dengan dicolet (seperti membatik) dengan larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Ada tiga cara pewarnaan kain Sasirangan, yaitu: (1) Pencelupan. Tehnik pencelupan digunakan apabila yang diinginkan hanya satu warna saja. Kain yang dicelup ke dalam larutan zat pewarna akan mempunyai satu warna yang rata kecuali pada bagian kain yang dijahit/dismoke akan tetap berwarna putih. (2) Pencoletan. Kain pada bagian yang telah dismoke ataupun di antara smoke-smoke diwarnai dengan cara dicolet. Pewarnaan dengan cara dicolet biasanya dilakukan apabila motif yang dibuat memerlukan banyak warna (lebih dari satu warna). Tentu saja, waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dari sistem celupan. (3) Pencelupan dan Pencoletan. Cara ini menggabungkan kedua tehnik di atas. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan cara mencelupkan kain. Biasanya cara ini digunakan untuk membuat warna dasar pada kain. Kemudian dicolet dengan variasi warna sebagaimana telah direncanakan.
Setelah itu diteliti dengan seksama tingkat kerataan pewarnaannya. Caranya ini harus dilakukan agar hasilnya maksimal.
e. Pelepasan Jahitan
Setelah proses pewarnaan kain Sasirangan selesai, kemudian kain dicuci sampai bersih dengan menggunakan air dingin.
Selanjutnya jahitan-jahitan pada kain dilepas.
Kain yang sudah dicuci kemudian dijemur, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
Setelah proses pewarnaan kain Sasirangan selesai, kemudian kain dicuci sampai bersih dengan menggunakan air dingin.
Selanjutnya jahitan-jahitan pada kain dilepas.
Kain yang sudah dicuci kemudian dijemur, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
f. Finisihing
Proses terakhir dari pembuatan kain Sasirangan adalah proses penyempurnaan, yaitu merapikan kain agar tidak kumal. Untuk merapikan kain, biasanya dengan menggunakan strika.
(pembuatan kain Sasirangan dengan cara-cara mistis dan untuk keperluan penyembuhan dalam proses pengumpulan data).
Proses terakhir dari pembuatan kain Sasirangan adalah proses penyempurnaan, yaitu merapikan kain agar tidak kumal. Untuk merapikan kain, biasanya dengan menggunakan strika.
(pembuatan kain Sasirangan dengan cara-cara mistis dan untuk keperluan penyembuhan dalam proses pengumpulan data).
Dari pemaparan di atas, dapat
diketahui bahwa kain Sasirangan merupakan salah satu bentuk pengejawantahan
dari local knowledge (pengetahuan lokal) masyarakat Kalimantan Selatan. Dengan
kata lain, dengan “membaca” kain Sasirangan, maka akan diketahui beraneka macam
nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Kalimantan Selatan. Di antara
nilai-nilai tersebut adalah: nilai keyakinan, nilai budaya, dan nilai ekonomi.
Pertama, nilai keyakinan. Dengan
meneroka sejarah keberadaan kain Sasirangan, maka akan diketahui pola
perkembangan keyakinan masyarakat Kalimantan Selatan. Keyakinan masyarakat
bahwa kain tersebut pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat untuk
memenuhi permintaan Putri Junjung Buih sebagai prasayarat untuk menampakkan
diri, menunjukkan bahwa kain Sasirangan mempunyai nilai supranatural. Oleh
karenanya, masyarakat Kalimantan Selatan juga meyakini bahwa kain ini mempunyai
kekuatan untuk mengusir roh-roh jahat. Keyakinan tersebut secara jelas
menunjukkan bahwa kain ini merupakan pengejawantahan dari keyakinan masyarakat
Kalimantan Selatan.
Kedua, nilai budaya. Kain Sasirangan
merupakan salah satu bentuk pencapaian kebudayaan masyarakat Kalimantan
Selatan. Pemilihan bahan, cara pewarnaan, warna yang digunakan, dan pembuatan
motif-motifnya, merupakan pengejawantahan dari hasil membaca dan memahami
masyarakat Kalimantan Selatan terhadap alam dan fenomenanya. Selain itu,
munculnya motif-motif kombinasi juga menunjukkan kreatifitas orang Kalimantan
Selatan. Dengan kata lain, kain Sasirangan merupakan hasil dari pemikian
masyarakat Kalimantan Selatan yang termanifestasi dalam produk yang memiliki
nilai kultural.
Ketiga, nilai ekonomis. Seiring
perkembangan zaman, masyarakat semakin menyadari adanya potensi ekonomi yang
terkandung dalam kain Sasirangan. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya
penggunaan kain Sasirangan, dari sekedar alat pengusir roh-roh jahat menjadi
berbagai macam aneka produk, seperti baju pesta, sandal, tas, dan dompet.
Selain itu, semakin dihargainya hasil kerajinan lokal memberikan nilai tambah
ekonomis pada Sasirangan. Namun demikian, harus juga diperhatikan bahwa
ekonomisasi tanpa memahami spirit yang terkandung dalam Sasirangan dapat
menghilangkan “ruh” yang ada di dalamnya. Penggunaan pewarna kimiawi misalnya,
mungkin saja akan lebih mengefektifkan pembuatan kain Sasirangan, tetapi juga
harus disadari bahwa penggunaan pewarna kimia dapat merusak nilai-nilai lokal
yang terkandung dalam kain Sasirangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar