Carly Rae Jepsen - Call Me Maybe

Selasa, 09 April 2013

Obyek Wisata Yang Ada Di Tanjung Kabupaten Tabalong


Kabupaten Tabalong dengan ibukota Tanjung memiliki cukup banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata, baik itu berupa Wisata Alam, Wisata Buatan, Wisata Sejarah/Wisata Budaya, dan Wisata Adat yang cukup potensial untuk dikembangkan. WISATA ALAM
Air Terjun Lano Wisata Alam Yang Menarik
Objek Wisata Air Terjun Lano adalah objek wisata alam yang menarik. berlokasi di kawasan hutan di Desa Lano, Kecamatan Jaro dengan jarak sekitar +2 Km dari Jalan penghubung Kaltim Kalsel.
Air terjun Lano dengan keindahan hutan perawan
Topografi dari lokasi ini adalah tanah berbukit dan bergunung-gunung dengan pemandangan sekitar berupa keindahan hutan perawan yang menarik. Lokasi wisata ini dapat ditempuh sekitar +85 Km dari kota pusat kota.
Misteri Danau Undan
Danau Undan terletak di Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong tepatnya di desa Talan. Menurut masyarakat yang bermukim di desa Talan ini, terdapat suatu kepercayaan terhadap Danau Undan yang diyakini mempunyai kekeramatan dan kekuatan gaib yang dapat mendatangkan keberuntungan. Sebagian masyarakat Desa Talan juga menganggap bahwa Danau Undan itu ada penghuninya, yang mereka anggap nenek moyang mereka yang dapat memberikan pertolongan serta memiliki apuah dan kekeramatan yang didatangkan dari kesaktian Pangeran Suryanata. Sehingga hajat (nazar) yang diinginkan dapat terwujud.
Danau Undan ini dari beberapa sumber dari masyarakat setempat. yang menurut cerita sangat angker. Danau ini banyak dihuni buaya dan ular besar, ditambah ada pohon besar yang tumbuh ditengah danau ini suka pindah-pindah, dan seringnya orang tersesat dan akhirnya meninggal disekitar danau. Juga menurut cerita mereka pernah kejadian orang ditelan binatang beserta perahunya, entah itu ditelan buaya apa ular besar, sehingga tidak jauh dari danau itu ada kampung yang bernama Talan( talan dalam bahasa Banjar yang artinya telan ). Danau undan ini ada beberapa buah, mulai dari undan 1 sampai undan 7, masing-masing danau akan terhubung bila musim hujan atau air pasang, cuma kalo lagi kemarau masing-masing danau tidak terhubung kecuali danau undan kecil dan undan besar. Selain buaya dan ular besar, danau ini banyak dihuni beberapa spesies ikan seperti ikan kapar , ikan patung, ikan karandang, ikan haruan, ikan kiyong, ikan tauman, ikan pipih, ikan tapah, dan lain-lain.
Satu hal lagi yang harus dihindari kalau ada di danau ini tidak boleh ngomong yang sembarangan katanya.
Selain itu, ternyata ada anak sungai yang bisa tembus ke desa Talan , hanya bisa dilewati kalo musim banjir aja dan memerlukan waktu kurang lebih 2 jam dengan mengayuh jukung (sampan) tersebut dari desa.
Danau undan yang sebenarrnya saat ini memang sangat menjajikan untuk melepas rindu memancing, seluruh tepian danau ditumbui pohon bakung atau pandan warik (sejenis pandan dengan daun lebar). Danaunya tenang airnya coklat kehitaman dan cukup dalam, untuk tepinya saja saya coba ukur 6 m masih belum kedasar, untuk tenggakan ikan disana sini cukup ramai, saya yakin banyak ikannya. Dan kalau tidak menggunakan jukung (sampan) mancing disana sangat kesulitan, Hampir semua tepi tertutup tumbuhan pandan, sekitar danau juga rawa semua hampir tidak ada tempat untuk berpijak.
Gua Liang Kantin Yang Penuh Stalaktit Dan Stalakmit
Gua Liang Kantin berlokasi di kaki Gunung Batu Kumpai di Desa Gendawang, Kecamatan Muara Uya. tempat wisata ini berjarak + 52 Km dari pusat kota tanjung dan masuk sekitar 2 Km dari jalan besar Kaltim - Kalsel.
Gua Liang Kanitin yang dipenuhi oleh stalaktit dan stalakmit
Pada Objek wisata ini kita dapat menikmati Pemandangan pegunungan yang mengagumkan dan melihat bentuk-bentuk stalaktit dan stalakmit yang sangat indah didalam Gua tersebut. Nama Liang Kantin sendiri berasal dari Legenda Rakyat dan juga pemandangan dari bentuk batu dan ruang gua yang mirip dengan sebuah Kantin.
Hutan Perawan Di Sungai Salikung
Objek Wisata Sungai ini mempunyai pemandangan yang sangat menyenangkan dan dikelilingi oleh hutan perawan dan dinding batu cadas yang menjulang tinggi.

Sungai Salikung yang dikelilingi oleh hutan perawan
Tempat Wisata ini berlokasi di Desa Salikung, Kecamatan Muara Uya dengan jarak dari pusat kota sekitar 88 Km.
Beristirahat Di Danau Tanjung Puri
Objek Wisata adalah sebuah Danau alam yang nyaman yang terletak di Desa Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong.
Melepas kepenatan di danau Tanjung Puri
Obyek wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas buatan seperti jembatan, Pondok Peristirahatan atau Saung, di tengah-tengah danau dengan arsitetektur unik berbentuk Joglo. sekitar danau juga dilengkapi tempat bermain anak-anak diantaranya sepeda air menyerupai bebek-bebekan dan kereta dan sebuah Camping Ground. Selain itu, Tanjung Puri juga dilengkapi dengan sebuah Restaurant yang menghidangkan masakan khas seperti Ikan Mas.
Untuk menuju lokasi wisata yang jaraknya sekitar 16 kilometer dari pusat Kota Tanjung, diperlukan waktu sekitar 40 menit dengan menggunakan sepeda motor.
Di sepanjang perjalanan dan saat memasuki kawasan wisata, para pengunjung akan disuguhi hamparan pemandangan bernuansa hijau yang menyejukkan mata dari pepohonan hutan, daun bunga maupun buah-buahan yang sengaja ditanam oleh pihak pengelola.
Tempat ini sangat cocok bagi seluruh keluarga untuk berpiknik dan melepaskan diri dari kepenatan pekerjaan.
Objek wisata yang satu ini terbilang asri, karena lokasinya di daerah perbukitan di sisi jalan trans Kalsel-Kaltim.
Aneka Satwa Di Kebun Binatang Tanjung Puri Indah
Obyek wisata yang menyediakan lokasi bersantai atau lesehan, pemandangan hamparan danau membentang, sepeda air dan arena bermain anak-anak, lapangan perkemahan, terus panggung hiburan. Sambil tak ketinggalan berbagai sajian aneka penganan. Ternyata masih ada lagi hiburan masyarakat yang sedang dirintis dan telah dilakukan oleh pengelola obyek wisata kenamaan Tabalong itu.
”Kami sudah menyiapkan kebun binatang mini bahkan sudah diisi dengan segala macam binatang,” jelas Suri, selaku pihak pengelola yang mendapatkan kepercayaan Pemkab Tabalong mengelola obyek wisata Tanjung Puri Indah. Diterangkan secara terperinci oleh lelaki bertubuh tinggi besar itu, binatang yang telah ada di kawasan Tanjung Puri Indah diantaranya jenis beberapa kera seperti owa-owa, urang utan, bangkui, ditambah segala jenis unggas.
“Bahkan binatang melata seperti ular juga terdapat disana,” imbuhnya.
Lokasi yang dijadikan kebun binatang mini diletakkan dekat dengan arena bermain anak-anak atau bisa dilihat dari berbagai sudut karena letaknya yang sangat strategis untuk mudah dilihat.
Binatang itu nantinya tidak hanya terbatas yang telah disebutkan. Sebab ada kemungkinan akan terus bertambah sehingga pengunjung tidak akan merasa bosan menyaksikan tingkah polah lucu berbagai binatang.
Dalam hal perawatan maupun pemeliharaan binatang, cetus Suri, memang agak kewalahan menangani. Tetapi semangat dan kebersamaan dilakoni semua yang terlibat, maka penanganan khusus dapat dilaksanakan dengan baik.
Menikmati Riak Air Riam Kinarum
Objek wisata ini terletak di Desa Kinarum yang berjarak sekitar 45 Km dari pusat kota dan berjarak sekitar 6 Km dari pusat kecamatan Upau. Setelah masuk sekitar 130 meter akan disambut jembatan goyang, tibalah sudah di tempat tujuan. Kinarum Indah adalah Objek Wisata yang sangat indah karena disini anda akan melihat dan merasakan riak air yang memecah dan mengalir disela-sela batu ampar yang luas seakan menjadi irama kehidupan.
Riam Kinarum yang begitu indah
Batu-batu ini mempunyai legenda bardasarkan cerita rakyat bahwa batu-batu besar ini jatuh ketika seorang sakti mandraguna mengangkatnya untuk membendung Sungai Jaing dalam upayanya menemukan putri yang hilang. Sampai sekarang, Kinarum selalu menjadi tempat untuk menjalankan upacara adat, utamanya bagi masyarakat Dayak.
Air Terjun Mambanin
Riam Mambanin Desa Marindi Kecamatan Upau ini merupakan obyek wisata air terjun yang termuda terbaru. Mambanin ini keberadaannya berdekatan dengan Kinarum, tapi namanya belum setenar Kinarum.
Panorama alam Air Terjun Riam Mambanin yang dimiliki tidak kalah bagusnya dengan air terjun Lano dan Kinarum. Bila Lano mempunyai curah air yang sangat tinggi dan kemiringan cukup tajam, sedang Kinarum dengan keindahan batu-batu terjal dan air terjun yang landai. Saat menyaksikan riam Mambanin seakan adalah perpaduan antara keduanya.
Tetapi untuk mencapai lokasi itu tentunya tidak semudah bertandang seperti ke Lano maupun Kinarum yang telah disediakan tempat peristirahatan dan jembatan penyeberangan, harus punya semangat baja dan jiwa petualangan. Sebab, medan jalan yang dilalui pada saat musim penghujan seperti sekarang ini berlumpur dan licin, lalu ada yang menanjak atau menukik turun kemudian menyeberangi sungai kecil.

WISATA BUATAN
Santai Di Taman Kota
Taman yang sangat membanggakan bagi masyarakat Tabalong ini terletak di pusat kota Tanjung.
Taman yang terletak di temgah kota Tabalong
Taman ini mempunyai sarana permainan bagi anak-anak dan pada tengah taman dikelilingi relief yang menjelaskan menceritakan tentang sejarah perlawanan terhadap penjajah di Kabupaten Tabalong sejak periode Penghulu Rasyid sampai masa pembangunan sekarang.

WISATA SEJARAH / WISATA BUDAYA
Ritual Aruh Buntang Untuk Mengundang Arwah Suku Warukin
Bamamang atau merapal doa adalah intinya mengundang roh para leluhur. Di dunia manusia telah disiapkan hidangan menyambut kedatangan mereka.
Diiringi dua balian pembantu, wanita lanjut usia yang masih tampak enerjik itu tak henti menari dengan menggerakkan kedua tangan yang dihiasi gelang dadas, gelang logam kuningan berbentuk khusus yang menimbulkan bunyi gemericing nan teratur serasi musik khas dayak yang terdengar rancak.
Ketiga balian yang cuma mengenakan tapih atau sarung yang diikat selendang pada bagian pinggang, mengitari sesaji yang ditata apik mengelilingi balai buatan yang disebut meranggai.
Sesaji terdiri dari sejumlah hasil bumi seperti beras, ketan, kelapa, gula merah, nanas serta dua ekor ayam kampung, telur, ketupat dan lamang atau ketan yang dimasak dalam buluh bambu.
Ritual itu merupakan salah satu sesi pelaksanaan aruh buntang keluarga Pardi Luit, salah satu warga Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, 12 Juli 2007 lalu. Pelaksanaan aruh berlangsung sejak Senin, 9 September dan berakhir Jumat, 13 September.
Bulan September menjelang akhir tahun merupakan masa-masa usai panen padi gunung. Bagi warga keturunan dayak saat itu merupakan saat yang tepat menggelar aruh atau hajatan. Sebab persediaan beras melimpah dan rata-rata kerabat jauh tidak memiliki kesibukan sehingga bisa diundang.
Hal itu pula yang melatari pelaksanaan aruh buntang oleh keluarga Pardi Luit selama lima hari lima malam beberapa waktu lalu. Buntang merupakan tahapan mengangkat roh leluhur dari alam kubur ke dunia di kalangan dayak manyan yang masih menganut kaharingan.
Masyarakat dayak mempercayai pengangkatan arwah merupakan tahapan pembebasan sebagai bukti bakti kepada leluhur. Ritual itu wajib dilakukan untuk arwah yang mati dalam kaharingan. Ritual itu juga dikenal sejumlah komunitas dayak lain di Kalimantan, meskipun dengan sebutan berbeda.
Pardi Luit sebenarnya kini sudah memeluk agama Katolik. Namun ia tetap melaksanakan buntang untuk arwah ayahnya, Ulau dan kakaknya Nolam yang saat meninggal sekitar 34 tahun silam masih memeluk kaharingan. Tradisi itu menjadi keharusan bagi keturunan yang ditinggalkan, meskipun mereka kini sudah beragama.
Untuk menggelar acara itu, Pardi merogoh dana Rp65 juta. Selain mencukupi keperluan aruh seperti makanan, minuman dan aneka sesaji, ia juga harus menyiapkan akomodasi dan transportasi untuk sejumlah tamu penting seperti para balian yang khusus didatangkan dari Kalteng. Maklum, di Desa Warukin kini tidak ada lagi Balian. Bahkan penganut kaharingan tinggal 4 orang.
Menurut Kepala Lembaga Adat Desa Warukin, Rumbun, aruh buntang yang digelar keluarga Pardi disebut buntang pujamanta. Aruh itu tahapan kedua setelah upacara mbia atau membatur atau memasang nisan, tapi sekaligus aruh sebelum acara buntang pujamea yang merupakan puncak pengantaran roh leluhur menuju dunia atas agar menjadi nanyo saniang atau dewa selamanya.
Karena masih tahap kedua, binatang kurban saat gelaran aruh pujamanta cuma seekor kambing. Sedangkan untuk aruh buntang pujamea yang dilaksanakan berikutnya
harus mengorbankan seekor kerbau, binatang paling tinggi nilainya bagi suku dayak.
Ulu Karing Dalam Upacara Adat Aruh Buntang Suku Warukin
Prosesi buntang sebelumnya diawali dengan mengelilingi kuburan leluhur yang ingin diangkat arwahnya sebanyak 3 kali oleh kerabat dari satu garis keturunan. Selama mengelilingi kuburan itu, ketua rombongan membawa "ulu karing" atau sebuah tengkorak manusia kering berusia ratusan tahun.Tengkorak itu simbol pengganti kepala manusia.
Dulu, setiap kali membuntang pasti dilakukan hukum rimba. Keluarga yang akan melaksanakan aruh biasanya menyewa orang sakti untuk mengayau atau memenggal kepala orang sakti atau berpengaruh dari kampung lain sebagai persembahan dan penghormatan kepada si mati.
Tapi setelah ada perjanjian tumbang anoi di Kalteng pada masa penjajahan Belanda mulai ditegakkan hukum yang melarang mengayau, karena dianggap kejahatan, kata Kepala Lembaga Adat, Rumbun menjelaskan.
Sebagai gantinya, keluarga yang menggelar aruh hanya membawa tengkorak tua yang berumur ratusan tahun dan sudah terdaftar di kepolisian sebagai benda cagar budaya.
Keluarga Pardi saat itu meminjam tengkorak yang sudah teregister di kepolisian milik keluarga Mebas. Keluarga Mebas dalam komunitas warga setempat termasuk keluarga kaya yang ditokohkan. Salah satu keturunannya, Ampere Ariyanto Mebas, saat ini menjadi anggota DPRD Tabalong.
Usai mengelilingi kuburan, ulu karing yang wujudnya kini tinggal separuh dibawa kembali ke rumah dan diletakkan di balai adat. Di sana tengkorak disatukan bersama dengan sejumlah benda simbolik seperti tombak, beras dan ketan, tuak, ayam dan
belanai (periuk dari tanah) yang menggambarkan asal mula prosesi buntang yang sebelumnya mengorbankan manusia.
Prosesi puncak adat membuntang dimulai dengan acara penombakan seekor kambing sebagai kurban. Dilanjutkan sejumlah ritual seperti maranggai yang dipimpin rohaniawan
perempuan atau biasa disebut balian raden dan ritual penutup kuda gawi oleh balian laki-laki atau bawo pada malam terakhir.
Aktivitas tarian ini sangat melelahkan karena berlangsung berjam-jam dan non-stop. Sebelum kuda gawi, dilaksanakan acara penutupan yang ditandai dengan minum tuak bersama setelah sebelumnya berbalas kata yang dipimpin oleh seorang tetuha adat.
Selama digelar acara membuntang suasana kampung bak pasar malam. Seluruh warga desa bahkan dari kampung lain ikut meramaikan acara. Apalagi di lokasi aruh diselenggarakan permainan kartu dan dadu yang membuat mereka ketagihan. Permainan yang lebih mengarah judi itu merupakan syarat dan bagian dari aruh yang harus dilaksanakan.
Tokoh adat Yulius menjelaskan dalam mantera balian ada rapal 'sepak singki dadu buyang' atau permainan sepak bola api, dadu dan kartu. Tapi di antara permainan yang tersebut dalam rapal itu yang paling sering digelar dadu buyang atau main dadu dan kartu saja, sedangkan sepak singki terkendala halaman yang luas.
Rumbun menambahkan, arena perjudian yang digelar semata membantu keluarga penyelenggara aruh. Sebab sebagian dana yang terkumpul dari arena judi disumbangkan ke tuan rumah, begitu pula sejumlah parkiran dan warung makan di sekitar lokasi hajatan. 
Peninggalan Bersejarah Di Gua Babi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Balai Arkeologi Banjarmasin berupa ekskavasi ( penggalian arkeologi ) dan penetapan terhadap situs prasejarah GUA BABI pada tanggal 19 Maret sampai dengan 1 April 1996 yang merupakan tindak lanjut dari survey prasejarah di Pegunungan Meratus pada tahun 1995. Situs ini terletak di desa Randu, Kecamatan Muara Uya, kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini sangat penting bagi pemahaman proses budaya dan kronologi prasejarah setempat secara khusus dan Kalimantan secara umum, yang pernah terjadi sejak akhir Kala Plestosen dan awal Kala Holosen, sekitar 10.000 tahun yang silam. Ciri budaya yang berhasil diidentifikasi adalah pemanfaatan gua untuk pemukiman, dengan berbagai tinggalan yang terutama mengacu pada tingkatan tekhnologi mesolitik ( tekhnologi batu madya ) dan neolitik ( tekhnologi batu muda ).
Hasil-hasil penelitian adalah sebagai berikut :
Gua Babi merupakan salah satu gua dari sekitar 45 gua yang ada pada pegunungan karet di Desa Randu di kaki barat pegunungan Meratus. Morfologi gua merupakan gabungan antara gua ( cave ) dan ceruk paying ( rock shelter ) ceruk payung merupakan teras gua ( selanjutnya disebut teras gua ) berukuran panjang 25 meter ( utara selatan ) dan lebar 10 meter ( timur barat ). Penelitian tahun 1995/1996 difokuskan diteras gua berdasarkan temuan permukaan berupa konsentrasi sisa-sisa makanan berupa cangkang-cangkang kerang ( gastropoda ) = siput, dan pelecpoda = kerang ) dalam konteks erat dengan peralatan manusia prasejarah berupa alat-alat batu berbentuk serpih dan bilah, dan juga temuan gerabah polos maupun gerabah hias. Empat buah kotak ekskavasi telah dibuka selama penelitian dengan kedalaman antara 120 cm hingga 220 cm, ditujukan untuk mendapatkan data mengenai lapisan budaya ( cultural layers ), untuk penjelasan mengenai proses-proses budya.
Penggalian keempat kotak eksvasi menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Pada kedalaman sekitar 20 cm dari permukaan teras, ditemukan lapisan arkeologis yang dicari, yaitu berupa tumpukan kerang Gastropoda yang bercampur dengan alat­alat batu dalam kuantitas sangat padat, dan juga pecahan-pecahan gerabah polos dan berhias, bercampur dengan berbagai sisa binatang darat ( terrestrial animal ) dan binatang air ( aquatic animal ). Lapisan budaya ini praktis mencakup seluruh teras gua, kecuali teras tertinggi di bagian selatan. Lapisan budaya dibagian tengah gua bercampur dengan abu dan arang sisa pembakaran, sehingga di interprestasikan bahwa pengolahan makanan dilakukan pada teras bagian tengah.
Temuan – temuan terdiri atas :
a. Alat-alat batu : Kuantitas padat, hingga kedalaman 150 cm. Tipologi yang diperoleh adalah alat serpih, bilah, serut, bor dan juga alat-alat massif berupa kapak perimbas.
Mayoritas alat-alat ini adalah alat-alat mesolitik, disertai pula oleh beberapa tekhnologi lebih tua dari tingkatan paleolitik. Dilain pihak, juga ditemukan beberapa buah batu guling ( pestle ), yang jelas merupakan salah satu unsur budaya neolitik.
b. Pecahan tembikar : sebagian besar merupakan tembikar berhias, dibuat dengan tatap Pelandas ( paddle and anvil ) yang di gabungkan dengan roda putar (wheel). Hiasan yang menonlol adalah hias tera tatap ( paddle marked ) yang terdiri dari berbagai motif hias yaitu tatap tali ( cord-mark ) dan jala. Hias tatap tali merupakan unsur hiasan yang sangat tua, yang sudah muncul sejak tingkatan neolitik.
c. Alat-alat tulang : ditemukan pada kedalaman 60-80 cm, berupa penusuk ( point ), atau sumpit, salah satu tulang dikerjakan, berasal dari tulang lengan monyet yang dengan sengaja dilubangi, mungkin dipakai sebagai perhiasan.
d. Sisa-sisa kerang : ditemukan sangat rapat dan padat pada lapisan arkeologis, berasal dari bangsa Gastropoda ( siput ) dan Pelecypoda ( kerang ).
e. Sisa-sisa binatang vertebrata : ditemukan sejak permukaan tanah hingga kedalaman 220 cm. Jenisnya berupa binatang kecil ( mikrofauna ). Identifikasi menunjukkan jenis-jenis : kerbau ( Bovidae ), rusa ( Cervidae ), babi hutan ( Sus barbatus ), kancil ( Tragulida ), beruang ( ursus sp ), landak ( Hystricidae ), tikus ( Maridae ), bulus ( Testudinidae ), biawak ( paranidae ), dan ular sanca ( phyton ). Analisis kontektual menunjukkan bahwa binatang-binatang ini juga merupakan bagian subsistensi dari penghuni Gua Babi.
f. Sisa-sisa manusia : merupakan fragmen-fragmen tengkorak, gigi, dan tangan. Secara lebih rinci temuan tersebut adalah pecahan tengkorak parietal dan occipital, gigi taring ( canin ) rahang atas ( maxilia ) kiri dan taring rahang bawah ( mandibula ) kanan serta bagian tulang tangan ( phalanx ). Sebagian dari pragmen tengkorak sudah mengalami proses fosollisasi cukup lanjut. Jenis taxon : Homo sapiens.
Secara kontekstual antara lapisan tanah, lapisan budaya, dan jenis-jenis temuan, diketahui bahwa Gua babi ini merupakan salah satu tempat hunian sementara ( settement) di masa prasejarah, dimana manusia pendukung budaya di gua ini masih melakukan pengumpulan makanan ( foot-gathering )dari sumber-sumber makanan disekitarnya. Sudah pasti, bahwa mereka mencari makanan utama dari siput dan kerang air tawar, yang di bawa kegua untuk dimasak dibagian tengah teras gua. Selain itu, temuan sisa-sisa binatang vertebrata yang cukup melimpah hingga kedalaman 150 cm, menunjukkan bahwa perburuan binatang juga menjadi salah satu model subsistensi manusia diteras gua, dan bahkan ditemukan kapan perimbas dan penusuk dari batu gamping kersikan ( silicified-limestones ) yang ujungnya terdapat warna merah. Analisis mengaskopis terhadap warna merah ini diduga berasal dari darah binatang buruan pada saat pengolahan makanan, yang kemudian terserap oleh batu gamping sebagai bahan dasar pembuatan kapak perimbas tersebut, dan kemudian mengering.
Pertanggalan ( dating ) absolut ) dari okupasi manusia di Gua Babi belum dapat dipastikan saat ini. Karena pertanggalan untuk lapisan budaya baru akan dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melalui metode pertanggalan Carbon-14 dengan memakai sampel arang dan kerang dari sisa pembakaran di bagian tengah gua. Meskipun demikian , berdasarkan analisis artefaktual dan kontektual, dapat dinyatakan bahwa gua ini sudah dihuni sejak tingkatan mesolitik hingga neolitik. Dalam konsepsi pengkerangkaan masa prasejarah secara umum di Indonesia, tingkatan tersebut sebanding dengan periode masa antara 1.000 hingga 4.000 tahun lalu. Penggalian oleh Balai Arkeologi Banjarmasin belum mencapai lapisan steril. Dengan unsure temuan kapak perimbas yang merupakan salah satu unsur temuan lebih tua, yaitu tingkatan paleolitik, maka ada keungkinan besar bahwa Gua Babi ini sudah di huni sejak Kala Plestosen.
Situs Gua Babi merupakan situs sangat penting bagi pemahaman pemanfaatan gua sebagai sarana tempat tinggal, yang selama ini belum pernah ditemukan di Kalimantan. Lebih dari itu, situs ini juga merupakan bahan telaah penting dalam penjelasan aspek migrasi yang terjadi pada periode Pasca-plestosen di Indonesia bagian tengah, terutama dalam kaitannya dengan gelombang migrasi dari utara ( Taiwan, Jepang dan Filipina ) dan penghunian gua-gua mesolitik di Silawesi. Oleh karena itu, Balai Arkeologi menganggap penting eksistensi situs Gua Babi, dan akan terus melakukan penelitian di Gua Babi untuk penjelasan masalah hunian gua, model subsitensi manusia pendukungnya, system penguburan gua maupun proses migrasi Pasca-Plestosen di Indonesia bagian tengah.
Dengan hasil penelitian Balai Arkeologi Banjarmasin tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa Gua Babi termasuk dalam kategori Benda Cagar Budaya ( BCB ), yang dilindungi oleh UU Nomor 5 tahun 1992, khususnya BAB I Pasal I.

WISATA RELIGIUS
Syeikh Muhammad Nafis Al-Banjari
Dalam deretan ulama Banjar, nama Muhammad Nafis al-Banjari tak kalah masyhur dibanding Muhammad Arsyad al-Banjari. Kalau Muhammad Arsyad dikenal sebagai ahli syariat, maka Muhammad Nafis dikenal sebagai pakar ilmu kalam dan tasawuf. Dengan keilmuannya, ia berhasil menorehkan prestasi sebagai salah seorang ulama terkemuka Nusantara.
Dialah pengarang “Durr Al-Nafis”, kitab berbahasa Jawi yang dicetak berulang-ulang di Timur Tengah dan Nusantara, yang masih dibaca sampai sekarang. Dia berada dalam urutan kedua setelah Muhammad Arsyad Al-Banjari dari segi pengaruhnya atas kaum muslimin di Kalimantan. Apa yang yang harus dilakukan kaum muslimin agar memperoleh kemajuan dalam hidup? Mengapa Belanda melarang kitabnya beredar di Indonesia?
Syeikh Muhammad Nafis Al-Banjari bin Idris bin Husien, lahir sekitar tahun 1148 H./1735 M.,di Kota Martapura Kalimantan Selatan, dari keluarga bangsawan atau kesultanan Banjar, silsilah dan keturunanya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M.) Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam sebelumnya bernama Pangeran Samudera.
Silsilah lengkapnya adalah: Muhammad Nafis bin Idris bin Husien bin Ratu Kasuma Yoeda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahlillah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah. Muhammad Nafis hidup pada periode sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Jika Arsyad meninggal tahun 1227/1812, Nafis belum diketahui tahun wafatnya. Yang kita ketahui, peristirahatan terakhir beliau di Mahar Kuning Desa Bintaru, sekarang menjadi bagian Kelua Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, sekitar 125 kilometer dari Banjarmasin. Tidak ada catatan pasti tahun pergi menuntut ilmu ke tanah suci Makkah. Diperkirakan ia pergi menimba ilmu pada usia dini sangat muda, sesudah mendapat pendidikan dasar-dasar agama Islam di kota kelahirannya Martapura.
Sebagian ahli berpendapat, masa belajar Muhammad Nafis tak jauh dari masa Muhammad Arsyad al-Banjari. Bahkan, para masyasyikh-nya juga kebanyakan sama, yakni Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Madani, Muhammad al-Jauhari, Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi al-Mishry (syekh al-Azhar sejak 1207 H/ 1794 M), Muhammad Shiddiq bin Umar Khan (murid al-Sammani) dan Abdurrahman bin Abdul Aziz al-Maghribi.
Dari para gurunya itu, Muhammad Nafis banyak belajar tasawuf. Sekian lama ia mematangkan pengetahuan dan lelaku tasawufnya sampai ia diberi gelar kehormatan “Syekh Mursyid.” Dengan gelar itu, ia beroleh ijazah untuk mengajarkan dan membimbing ilmu tasawuf kepada orang lain. Pencapaian itu tentunya tak mudah dan instan, tapi membutuhkan waktu latihan dan perenungan yang sangat lama.
Sekian lama berada di Mekkah, ia akhirnya kembali ke Nusantara, diperkirakan pada 1210 H/1795. Saat itu, yang memerintah di Banjar adalah Sultan Tahmidillah (Raja Islam Banjar XVI, 1778-1808 M). Tapi, karena Nafis tak suka dekat dengan kekuasaan, ia memilih meninggalkan Banjar dan berhijrah ke Pakulat, Kelua, sebuah daerah yang terletak sekitar 125 km dari Banjarmasin. Alasan lain adalah perkembangan Islam di daerah sekitar Martapura dan Banjar sudah ditangani oleh Syekh Muhammad Arsyad.
Sedang daerah Kelua, termasuk daerah pedalaman, masih belum terjangkau oleh dakwah Islamiyah ulama Banjar. Dengan gigih, Muhammad Nafis mengenalkan Islam di sana. Berkat kegigihannya, daerah itu kemudian menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan. Juga menjadi daerah yang turut melahirkan para pejuang anti-Belanda.
Dalam berdakwah, Muhammad Nafis dikenal sebagai sosok pengembang tasawuf yang andal. Meski di Banjar saat itu terjadi pertentangan antara kubu Muhammad Arsyad dengan Syekh Abdul Hamid Abulung yang didakwa sebagai pengembang wujudiyyah, dakwah tasawuf ala Muhammad Nafis berlangsung dengan lancar dan damai. Ini tak lepas dari corak tasawuf yang diusungnya, yakni “merukunkan” tasawuf sunni dan falsafi yang diposisikan secara diametral.
Ia juga tampak tak terikat dengan satu tarekat secara total. Shingga, menurut pengakuannya sendiri, ia adalah pengikut tarekat Qadariyah, Syathariyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, dan Sammaniyah. Keikutsertaan Muhammad Nafis dalam ragam tarekat Mu’tabarah itu seolah menunjukkan bahwa suluk menuju Tuhan bisa dilakukan lewat berbagai jalan, tak hanya mengandalkan satu jalan saja. Juga menunjukkan betapa pengetahuan tasawuf Muhammad Nafis sangatlah mendalam.
Ciri khas ajaran tasawuf Muhammad Nafis adalah semangat aktivisme yang kuat, bukan sikap pasrah. Ia dengan gamblang menekankan transendensi mutlak dan keesaan Tuhan sembari menolak determinisme fatalistik yang bertentangan dengan kehendak bebas. Menurutnya, kaum muslim harus aktif berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik, bukan hanya berdiam diri dan pasrah pada nasib.
Sebab itulah, ajaran tasawuf ala Muhammad Nafis turut membangkitkan semangat masyarakat Banjar untuk berjuang lepas dari penjajah. Malah, konon, setelah membaca kitab karangannya, orang menjadi tak takut mati. Situasi ini jelas membahayakan Belanda karena akan mengobarkan jihad. Tak heran kalau kemudian berbagai intrik dilakukan oleh Belanda untuk menghentikan ajaran Muhammad Nafis, mulai dari kontroversi ajaran sampai pelarangan. Namun, dakwah Muhammad Nafis terus berlanjut sampai ia wafat.
Islamisasi di Kalimantan
Bebeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebarluasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan menyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab.
Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara. Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu. Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat. Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan. Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Daya Spiritual dan Kewajiban Syari’at
Tak banyak karya yang ditinggalkannya. Namun, karya-karyanya senantiasa menjadi rujukan, tak hanya bagi kaum muslim Nusantara, tapi juga mancanegara. Di antara kitabnya adalah al-Durr al-Nafs. Nama kitab “Durr Al-Nafis” sesungguhnya amatlah panjang. Lengkapnya, kitab yang ditulis di Makkah pada 1200/1785 ini: “Durr Al-Nafis fi Bayan Wahdat Al-Af’al Al-Asma’ wa Al-Shifat wa Al-Dzat Al-Taqdis”. Kitab ini berkali-kali dicetak di Kairo oleh Dar Al-Thaba’ah (1347/1928) dan oleh Musthafa Al-Halabi (1362/1943), di Makkah oleh Mathba’at Al-Karim Al-Islamiyah (1323/1905), dan di berbagai tempat di Nusantara. Kitab ini menggunakan bahasa Jawi, sehingga dapat dibaca oleh orang-orang yang tidak faham bahasa Arab.
Seperti diungkapkan Azyumardi Azra, dalam kitabnya itu, Muhammad Nafis dengan sadar berusaha mendamaikan tradisi Al-Ghazali dan tradisi Ibn ‘Arabi. Dalam karyanya ini, di samping menggunakan ajaran-ajaran lisan dari para gurunya, Nafis merujuk pada karya-karya “Futuhat Al-Makkiyah” dan “Fusushl-Hikam” dari Ibn ‘Arabi, “Hikam” (Ibn Atha’illah), “Insan Al-Kamil” (Al-Jilli), “Ihya’ ‘Ulumiddin” dan “Minhaj Al-‘Abidin (Al-Ghazali), “Risalat Al-Qusyairiyyah” (Al-Qusyairi), “Jawahir wa Al-Durar” (Al-Sya’rani), “Mukhtashar Al-Tuhfat al-Mursalah” (‘Abdullah bin Ibrahim Al-Murghani), dan “Manhat Al-Muhaammadiyah” karya Al-Sammani.
Kitab itu membicarakan sufisme dan tauhid, menjelaskan maqam-maqam perjalanan (suluk) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al-Durr al-Nafs ditulis atas permintaan sahabat-sahabatnya ketika berada di Mekkah. Menurut penuturannya, ia menulis kitab itu untuk menyelamatkan para salik (perambah jalan Tuhan) dari syirik khafi dan penyakit riya’ yang umum menghinggapi umat muslim. Kitab itu ditulis dalam bahasa Melayu Arab untuk memudahkan umat membaca dan memahaminya. Karena mutu dan ajarannya yang tinggi, kitab itu dicetak berkali-kali, baik di dalam maupun luar negeri.
Sebagai penganjur aktivisme-sufistik, kontribusi Muhammad Nafis al-Banjari dalam membangun Islam di Banjar sangatlah besar. Tak aneh kalau kemudian ia diberi gelar Maulana al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila Tariq as-Salamah (Yang mulia, berilmu tinggi, terhormat, pembimbing ke jalan kebenaran) sebagai bentuk penghormatan masyarakat atas jasa-jasanya. Menimbang pencapaian dan prestasinya, gelar itu memang tak berlebihan baginya.

7 komentar:

  1. Bangga jadi warga Tabalong, dan bangga jua uln jadi masyrakat Kalua :D

    BalasHapus
  2. Keren banget ternyata budaya org2 kalimantan . Saya bangga menjadi bagian dari generasi penerus budaya di Tanjung Tabalong

    BalasHapus
  3. ternyata tabalong ga kalah sama daerah lain tempat wisatanya keren2

    BalasHapus
  4. hae all.....lamkenal.... ak mau coba jalan wisata tanjung...

    BalasHapus